Aktivitas monoton tanpa hasil. Mungkin ini juga faktor yang membuat manusia menekan kepalanya dengan keras karena strees,nggak cuma karena banyak aktivitas saja, bahkan nggak ada aktivitas pun bisa bikin strees.
Aku pun nggak habis ide untuk memanfaatkan waktu.
Aku ingin berkisah dengan kawanku bernama Ryan.
Seminggu yang lalu Ryan tidur pagi setelah lembur semalam. Ia bermimpi mempunyai seorang budak perempuan kulit putih mirip dengan Sora Aoi.
Tanpa suatu awalan yang jelas, si budak mendekatinya yang sedang istirahat di pembaringan. Dengan senyum lebar, budak itu membuka begitu saja gaun rumbai-rumbai berwarna putih yang dikenakannya.
“tuan,” katanya manis.
Senyum mengundang dan tubuh legam yang terbuka itu kontan membuat Ryan horni. Ia bangkit dan meraih pinggang budak itu. Masih dalam mimpinya, ia berjanji akan memerdekakan si budak setelah ia selesai. Namun baru dua ayunan…
Huaaa…huuuuuaaaaaa…..huaaaa…… telpon selulernya berdering. Anj*ng.. makinya kaget. Ia lupa menyetelnya dalam mode silence. Nada panggil selulernya, bunyi teriakan orang yang volumenya di polkan. Sengaja ia pilih nada dering itu untuk iseng mengejai kawan-kawannya, tapi malah menyabotase mimpi indahnya pagi itu.
Bapak Ryan cokro aminoto, kata seorang perempuan di seberang saluran.
Jika otak Ryan sudah bekerja dengan beres, tentu ia segera menutup telponnya dan kembali tidur. Tapi, paduan hasrat yang terputus, tamparan nada panggil, dan perempuan yang menyebutkan namanya dengan lengkap ( sudah lama ia nggak dipanggil begitu ), membuat otaknya macet sehingga otomatis ia menjawab, “Pagi”.
Perempuan itu memperkenalkan dirinya sebagai salah satu agen pemasaran asuransi dan menyebut Ryan terpilih sebagai salah satu calon klien untuk polis kecelakaan.
Lagi-lagi, mesti udah disebutkan dengan jelas, karena otak Ryan belum sepenuhnya normal, mulutnya nggak sadar mengucap, “Maksudnya?”
Sedetik berikutnya ia tersadar tapi sudah terlambat. Agen asuransi itu menyebut nama kawan Ryan yang memberi rekomendasi, dan ia menjelaskan manfaat yang bakal didapat sekiranya Ryan meninggal karena kecelakaan.
“Besar lho pak, 200 juta.”
“Apa untungnya dapat manfaat atau duit itu kalau saya meninggal?”
“kan bisa dipakai keluarga, Pak.”
“Apa untungnya keluarga saya kalau saya meninggal?”
“Aduh Bapak ini, jangan becanda donk.”
Ryan terdiam sekitar tiga detik.
“Tidak perlu sampai meninggal kok pak untuk dapat santunan,” kata agen itu melanjutkan, “cacat tetap juga dijamin pasti dapat.”
“Maksudmu?”
Ryan sudah memaki-maki dalam hati tetapi pertanyaanya disalahartikan.
“Semisal klien kehilangan anggota tubuh atau buta…”
Ryan sadar jika ia nggak bakal menang ngomong melawan agen asuransi itu. Bagaimana mungkin? Pada titik ini aku menganggkat topi untuk Ryan. Alih-alih memaki langsung karena frustasi dan jengkel ( yang mungkin sering dilakukan oleh banyak orang), ia memilih mengucap maaf dan meminta agen asuransi itu mengirimkan informasi lebih lengkap melalui e-mail agar bisa dipelajari lebih lanjut. Ia member alamat e-mail palsu. Siasatnya berhasil dan agen itu memutus pembicaraannya.
No comments: