internasional

nasional

cerita

» » » » » » » Imam Hussein: Simbol Perdamaian dan Keadilan yang Abadi (oleh: Dudi)

David P. Barash dalam bukunya Approaches to Peacea Reader in Peace Studies mencoba mengangkat peran agama dan keyakinan dalam menciptakan perdamaian. Tawaran Barash mengenai peran agama dan keyakinan dalam menciptakan perdamaian sebenarnya berusaha untuk menjawab pernyataan Blaise Pascal, seorang matematikawan dan katolik yang taat  dengan slogannya yang terkenal, "Men never do evil so completely and cheerfully, as when they do it from religious conviction."


Barash juga berupaya menjawab pernyataan Karl Marx bahwa Agama adalah candu yang dimuat dalam tulisannya terkait kritik atas Filsafat Hegel. Dalam menjawab hal ini David P. Barash memunculkan beberapa agama sebagai inspirasi perdamaian antara lain Hindu, Budha, Taoisme, Yahudi dan Kristen.

Ketidakmunculan Islam sebagai agama yang menginspirasi perdamaian oleh David P. Barash inilah yang membuat penulis mencoba mengangkat pesan perdamaian oleh Islam melalui sosok Imam Hussein, yaitu cucu Rasulullah Saw dari Ali dan Fatimah, sebagaimana ucapan PM Turki Reccep Tayib Erdogan yang mengutip hadist terkenal dari Rasulullah Saw, "Siapa yang mencintai Husein dan Hassan berarti mencintai Aku (Rasulullah Saw)."

Hadist ini menggambarkan adanya hubungan yang tak terpisahkan antara Rasulullah dan kedua cucunya ini. Imam Husein dalam perjalanan hidupnya pasca wafatnya Rasulullah, Ayahnya (Imam Ali) dan Saudaranya yaitu Imam Hassan, mendapati kehidupan masyarakat dan ajaran Islam yang semakin jauh dari arah yang sebenarnya ketika berada dibawah kepemimpinan Yazid bin Muawiyah, tidak sama lagi seperti ajaran dan masyarakat Islam sebagaimana yang di ajarkan oleh Rasulullah Saw.

Puncak dari perjuangan Imam Husein dalam melawan kezaliman kepemimpinan Yazid adalah peristiwa karbala dimana Imam Husein dengan teguh memegang jalan perdamaian dan keadilan. Dalam pernyataan terkenalnya Imam Husein berkata "Seandainya agama Nabi Muhammad tidak bisa tegak kecuali dengan terbunuhnnya aku, maka wahai pedang-pedang, ambillah aku!".

Dan perkataan ini betul-betul beliau jalankan bahkan ketika Yazid ingin menawarkan perdamaian serta mengiming-imingi kenikmatan dunia seperti kekuasaan dan harta kekayaan asal menerima Yazid sebagai penguasa dan Imam tunduk dibawah kekuasaanya. Tapi Imam Husein tetap menolaknya seraya berkata, "Apakah ada manusia yang menolak kenikmatan dunia ini, sungguh aku menolaknya dan biarlah kamu ambil kenikmatan dunia ini wahai Yazid !" Lalu Imam Husein mengungkapkan ucapan terkenalnya,"Tentu aku tidak pernah melihat kematian kecuali kebahagiaan dan hidup tertindas bersama tiran adalah kehinaan." Dan puncak pembuktian kebenaran yang diperjuangkan oleh Imam Husein terbukti ketika di peristiwa karbala Imam Husein menggendong anaknya yaitu Ali Ashgar yang baru berusia 6-9 bulan yang kehausan seraya berkata,"Apabila kalian tidak mengasihani aku, setidaknya kasihanilah bayi ini", Namun pernyataan imam ini tak jua meluluhkah hati serombongan ummat muslim yang menyatakandiri mereka sebagai pengikut ajaran Rasulullah yang merupakan kakek dari Imam Husein sendiri,tapi mereka tetap tega menancapkan anak panah kepada bayi mungil bernama Ali Ashgar dan kemudian membuatnya menjadi syuhada termuda di padang Karbala.

Ungkapan imam tersebut menjadi salah satu inspirasi dari ikon perdamaian dunia kontemporer seperti Mahatma Gandhi yang berkata bahwa; "I learned from Hussein how to achieve victory while being oppressed.", Mahatma Gandhi melalui pelajarannya terhadap Imam Husein kemudian merumuskan beberapa dasar perjuangan dalam melawan penindas yaitu jalan perdamaian (peaceful), menolak berkerja sama dengan pihak Penindas (Non-Cooperation) dan tidak menggunakan jalur kekerasan (Non-Violence), dalam jalur perjuangan nir-kekerasannya Mahatma Gandhi meresapi sekali makna bahwa Perjuangan Imam Hussein yang pernah diungkapkan oleh Sekjek Hezbollah Lebanon, Sayyid Hasan Nasrallah bahwa Kemenangan Perjuangan Imam Hussein adalah kemenangan darah melawan pedang, sebagaimana diungkapkan oleh Mahatma Gandhi sebagai berikut: "My faith is that the progress of Islam does not depend on the use of sword by its believers, but the result of the supreme sacrifice of Husain, the great sain". Statemen Gandhi ini kemudian menjadi inspirasi ajaran Satyagrahanya.

Dalam perjuangan non-kekerasan ini Imam Husein walaupun kalah secara materi hingga syahid, tapi beliau menang secara immateri dengan nilai akan kebenaran dan keadilan yang diperjuangkannya. Nilai-nilai yang disampaikan Imam Husein akan selalu abadi dan diingat oleh generasi-generasi sesudahnya. Hal inilah yang diingat oleh Mahatma Gandhi ketika ditanya oleh seorang wartawan asing mengenai apa yang akan dilakukan oleh Gandhi jika musuhnya adalah Adolf Hitler.Ketika itu, Gandhi menjawab bahwa mungkin Hitler akan membunuhku tapi setidaknya dunia mengetahui siapa yang benar dan siapa yang salah, kamu harus membuat ketidakadilan itu menjadi terlihat dengan jelas.

Bukan hal baru lagi bahwa Mahatma Gandhi dapat berpendapat demikian setelah beliau mempelajari kesyahidan Imam Husein, dimana kesyahidan Imam Husein oleh pasukan Yazid telah menghentak kesadaran ummat muslim yang tertidur lelap terhadap semakin meluasnya kezaliman di masyarakat Islam pada waktu itu kemudian terbangun sadar dan mulai melakukan perlawanan kepada penguasa yang zalim dan tiran.

Ayatollah Al-Udzma Ruhullah Khomeini pun dalam salah satu pernyataannya berkata bahwa Revolusi Iran dalam melawan penindasan rezim Reza Syah Pahlevi pada waktu itu diinspirasi oleh perjuangan yang dilakukan oleh Imam Hussein melalui syahadahnya. Ayatollah Khomeini menyebut Imam Husein sebagai The Great Martyr (Syuhada yang Luar Biasa).

Dedikasi Mahatma Gandhi yang luar biasa terhadap perdamaian dan keadilan telah  tersebar secara universal, dimana perjuangan ala Gandhi telah mempengaruhi pejuang hak kulit hitam dariAmerika Serikat yaitu Marthin Luther King Jr. Ataupun pejuang hak kulit hitam dalam melawan politik Apartheid di Afrika Selatan oleh Nelson Mandela. Bagaimanapun nilai keuniversalan perdamaian oleh Mahatma Gandhi tidak bisa lepas dari pengaruh sosok Imam Hussein yang berkata,"Jikapun kalian tidak percaya agama atau tidak takut akan adanya kehidupan setelah kematian, setidaknya kalian harus memperjuangkan untuk hidup bebas dari penindasan (tirani) dan arogansi kekuasaan", dan Imam Husein dalam hal ini berhasil membawa pesan Islam adalah rahmat untuk alam semesta.

Dari sinilah dapat dibuktikan bahwa ajaran Islam melalui Imam Husein telah membuktikan pesan dan inspirasinya terhadap perdamaian dunia. Pembuktian ini diwujudkan dari kematangan konseptual dan bukti empiris yang jelas. Kita tidak bisa membayangkan seandainya Imam Hussein tidak ada mungkin tidak ada yang namanya Revolusi Iran yang kemudian membawa kekuatan bagi Hizbullah dan HAMAS dalam melawan penindasan Israelterhadap Palestina sekarang ini dan juga mustahil bisa membuat perjuangan Mahatma Gandhi bisa terwujud dalam melawan imperialisme Inggris yang kemudian menginspirasi berbagai aktifis perdamaian dunia dewasa ini.

Perjuangan Imam Husein sebagaimana digambarkan diatas bukanlah perjuangan perebutan kekuasaan ataupun perjuangan meraih nikmat duniawi, tapi perjuangan Imam Hussein murni demi menegakkan kebenaran melawan penindasan dan kemunkaran dengan cara-cara yang benar. Perjuangan Imam Hussein ini adalah perjalanan mahluk kepada TuhanNya (perjuangan spiritual) yang meliputi dimensi Spiritual-Intelektual-Sosial. Terkait perjalanan ini,Mulla Sadra mengungkapkan bahwa perjalanan puncak manusia sempurna adalah perjalanan ke 4 yaitu perjalanan dari makhluk ke makhluk bersama al-Haq (al-safar fi al-khalq bi al-Haq) atau perjalanan yang dilakukan sosok insan kamil (manusia sempurna) untuk mengajak mahluk yang lain menuju Tuhan. Perjalanan keimamahan/kekhalifahan Imam Husein ini dalam metode perjuangannya tidaklah menggunakan ikatan struktural tapi melalui ikatan kultural dan intelektual, dimana masyarakat (ummah) mengikuti pemimpinnya (imamah) bukan karena keterpaksaan dan hegemoni kekuatan tapi karena kesadaran dan ikatan pengetahuan serta ideologi.

Beberapa pengamat dan aktivis perdamaian dunia dari Barat yang mencoba memahami perjuangan Imam Hussein dan perjuang-pejuang kemanusiaan lainnya di dunia selalu mengalami kesulitan. Sebab, para ilmuwan perdamaian dalam konteks kekinian ini melepaskan satu pandangannya yaitu Tuhan, hal ini wajar mengingat disiplin ilmu di Barat yang Positivistik telah melepaskan keberyakinan mereka terhadap metafisika (Tuhan, Ruh,dll) sebagai sebuah kebenaran, bahkan pendekatan Posmodernisme sebagaimana yang diusung oleh McGregor pun hanya membawa relasi perdamaian pada diri sendiri, manusia lain dan alam, tapi tidak mencantumkan pada Tuhan di sana.

Dalam penjelesannya terkait relasi Manusia, Allamah Taqi Ja'fari,filsuf Muslim Iran menjelaskan bahwa manusia itu memiliki empat relasi didalam hidupnya. Pertama adalah manusia dengan Tuhan, kedua manusia dengan dirinya sendiri, ketiga manusia dengan manusia yang lain dan keempat adalah manusia dengan alam, pandangan holistik-integralistik yang ditawarkan oleh Islam melalui penjelasan Allamah Taqi Ja'fari inipun telah menggambarkan prinsip universal hubungan manusia yang jika diwujudkan akan membentuk pribadi-pribadi tangguh dalam menegakkan kebenaran, keadilan dan perdamaian.

Seperti ungkapan Kasturba Gandhi (Isteri dari Gandhi) yang  berkata,"Tak mungkinlah Gandhi bisa melakukan semua hal ini (perjuangan suaminya dalam penegakkan nilai-nilai kemanusiaan dan melawan penjajah Inggris) jika tidak menjalankannya untuk menuju Tuhan, begitu pula ucapan Ayatollah Khomeini yang berkata bahwa kemenangan Revolusi Islam Iran ini berkat bantuan Allah Swt, dan sebagaimana gambaran ini tersampaikan melalui Do'a Imam Hussein: ya Allah, Sungguh aku puas dengan ketetapanMu ini dan aku pasrah padaMu dan perintahMu ya Allah, tiada tuhan selain-Mu, oh Allah Tuhanku yang menolong manusia ketika berada dalam kesulitan.


Sebagai penutup saya akan mengutip dua tokoh yaitu Soekarno dan Ali Syari'ati:Soekarno berkata, "Husein adalah panji berkibar yang diusung oleh setiap orang yang menentang kesombongan di zamannya, dimana kekuasaan itu telah tenggelam dalam kelezatan dunia serta meninggalkan rakyatnya dalam penindasan dan kekejaman."

Ali Syariati berkata, "Hari ini (10 Muharram), syuhada mengumandangkan pesan-pesan mereka dengan darah mereka. Sungguh, posisi kita berseberangan dengan posisi mereka! Mereka mengajak orang-orang yang duduk berpangku tangan untuk segera bangkit! sementara kita tetap tidak sudi mendengarkan nasihat-nasihat mereka dan hanya bisa menangisi kepergian Al-Husein." (IRIB Indonesia/PH)

About Dodoy Kudeter

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply