Kerangka dasar teori
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan konsep/teori pembangunan yang berperspektif gender beserta konsep diskriminasi gender itu sendiri. Teori pembangunan berperspektif gender ini digunakan untuk menganalisis bagaimana suatu negara keluar dari persoalan diskriminasi gender. Namun, sebelum menguraikan mengenai konsep tersebut, penulis terlebih dahulu akan menjabarkan tentang konsep kebijakan. Hal ini diperlukan mengingat teori pembangunan akan bersinggungan dengan kebijakan yang dibuat oleh aktor tertentu.
1. Teori kebijakan
Menurut Graham Allison, kebijakan publik merupakan hasil kompetisi dari berbagai entitas atau departemen yang ada dalam suatu negara dengan lembaga-lembaga pemeritahan sebagai aktor utamanya yang terikat oleh konteks, peran, kepetingan dan kapasitas organisasionalnya.
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan konsep/teori pembangunan yang berperspektif gender beserta konsep diskriminasi gender itu sendiri. Teori pembangunan berperspektif gender ini digunakan untuk menganalisis bagaimana suatu negara keluar dari persoalan diskriminasi gender. Namun, sebelum menguraikan mengenai konsep tersebut, penulis terlebih dahulu akan menjabarkan tentang konsep kebijakan. Hal ini diperlukan mengingat teori pembangunan akan bersinggungan dengan kebijakan yang dibuat oleh aktor tertentu.
1. Teori kebijakan
Menurut Graham Allison, kebijakan publik merupakan hasil kompetisi dari berbagai entitas atau departemen yang ada dalam suatu negara dengan lembaga-lembaga pemeritahan sebagai aktor utamanya yang terikat oleh konteks, peran, kepetingan dan kapasitas organisasionalnya.
Menurut Thomas Dye kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan.
Definisi kebijakan publik yang diungkapkan oleh Thomas Dye mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.
Dari dua pengertian diatas dapat dilihat bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah sebagai aktor utama pembuat kebijakan, dan tidak menutup kemungkinan bagi aktor-aktor lain non-pemerintah untuk terlibat didalamnya. Ketika dikaitkan dengan teori pembangunan berperspektif gender maka akan terlihat arti penting intervensi negara didalamnya.
Menurut Kate Young, kegagalan dari banyak perencanaan pembangunan dan implementasinya disebabkan karena kurangnya pelibatan masyarakat terutama kaum perempuan dalam perencanaan dan proses kebijakan itu sendiri. Untuk itu pelibatan kaum perempuan dalam proses kebijakan merupakan syarat untuk keluar dari rantai diskriminasi gender.
Konsultasi kepada masyarakat lokal tentang proyek atau program yang akan dijalankan dikatakan oleh Kate Young sebagai pra kondisi dari hasil perencanaan yang sukses. Terlebih lagi jika tidak terbatas pada konsultasi, akan tetapi juga pelibatan masyarakat luas dalam pengambilan keputusan sebagai proses demokrasi yang harus dijalani. Walaupun bukan proses yang mudah, sebaiknya hal tersebut dijalankan demi pencapaian program secara maksimal.
Posisi organisasi perempuan juga sangat menentukan dalam proses pembangunan yang berperspektif gender. Organisasi perempuan ini memainkan peran kunci dalam perencanaan partisipatoris. Oleh karena itu beberapa hal yang harus dilakukan adalah :
a. Memiliki mekanisme internal yang ketat, partisipatif, demokratis dalam pengambilan keputusan, serta mempunyai sistem akuntabilitas yang ketat. Mereka juga harus menemukan cara untuk berinteraksi dengan perempuan-perempuan lain yang tidak menjadi anggota organisasi mereka.
b. Organisasi perempuan harus memiliki resourches keuangan, pelatihan (baik dalam hal manajemen, kepemimpinan, atau resolusi konflik) dan akses informasi yang memungkinkan untuk memainkan peran mereka secara maksimal.
c. Organisasi perempuan harus memikirkan bagian penting dalam gerakan-gerakan sosial yang lebih luas, sehinnga persoalan diskriminasi gender senantiasa menjadi isu yang tidak terpinggirkan.
2. Konsep diskriminasi gender
Dalam modul sekolah feminis, terdapat beberapa indikator diskriminasi gender, yaitu:
a. Marjinalisasi, adalah penyingkiran yang terjadi pada perempuan dibidang ekonomi, sosial, budaya, politik maupun hukum.
b. Subordinasi, artinya penaklukan atau diposisikan setelah kaum laki-laki.
c. Stereotip negatif, yaitu pencitraan negatif terhadap perempuan, seperti cengeng, penggoda, sumber kriminalitas, yang berujung pada berbagai bentuk ketidakadilan terhadap perempuan.
d. Beban ganda, yaitu kesempatan perempuan untuk bekerja diluar rumah tidak mengurangi kerjanya sebagai pekerja domesti.
e. Kekerasan terhadap perempuan, dapat berupa kekerasan secara verbal (kekerasan fisik) maupun non-verbal (kekerasan secara psikis).
3. Teori pembangunan berperspektif gender
Tim penulis buku Engendering Development merumuskan strategi tiga langkah menuju pembangunan yang berperspektif gender, yaitu :
1. Mereformasi institusi untuk menetapkan kesetaraan hak dan kesempatan bagi perempuan dan laki-laki.
a) Menciptakan kesetaraan hak dan perlindungan berdasarkan hukum.
Memastikan adanya kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki merupakan hal yang harus dipastikan bagi keberhasilan pembangunan itu sendiri. Kesetaraan hak memberikan akses yang lebih besar bagi perempuan dalam hal-hal publik seperti pendidikan, kesehatan bahkan partisipasi dalam politik.
Reformasi hukum juga penting dilakukan. Reformasi hukum yang berperspektif gender akan membawa dampak besar terhadap perempuan dalam hal otonomi, keamanan, kesempatan dan kesejahteraan. Sedikitnya ada 5 aspek yang perlu direformasi, yaitu hukum keluarga, perlindungan terhadap kekerasan, hak atas tanah, hukum ketenagakerjaan, hak politik.
b) Menciptakan insentif yang mencegah diskriminasi gender.
Aspek lain dalam reformasi institusi ini adalah pemberian insentif yang mencegah diskriminasi gender. Sifat dan struktur institusi ekonomi dapat meningkatkan atau menghambat kesetaraan gender melalui berbagai cara. Seperti halnya struktur pasar yang menciptakan insentif kuat yang mempengaruhi keputusan dan perilaku manusia dalam bekerja, menabung atau berinvestasi, seseorang juga perlu diberikan insentif untuk tidak melakukan hal yang diskriminatif gender.
c) Merancang penyediaan layanan untuk mewadahi kesetaraan akses.
Institusi layanan umum seperti sekolah, puskesmas, institusi keuangan atau sistem penyuluhan pertanian dapat menciptakan kesetaraan gender yang lebih besar dalam akses ke sumberdaya produktif jika semua institusi tersebut dirancang dengan memperhitungkan perbedaan dan disparitas gender.
2. Mendorong pembangunan ekonomi demi memperkuat insentif yang lebih menyetarakan dalam hal sumber daya dan partisipasi.
Pembangunan ekonomi diperlukan untuk mendorong peningkatan produktivitas perempuan dan laki-laki melalui penciptaan lebih banyak kesempatan kerja, peningkatan pendapatan, serta perbaikan standar hidup. Hampir disemua masyarakat, pembangunan ekonomi juga mengurangi kesenjangan gender.
Peningkatan produktivitas kerja dalam kerangka pembangunan ekonomi dapat memperbesar tingkat pengembalian investasi pada pendidikan perempuan. Ini akan memperkuat insentif keluarga untuk melakukan investasi pada pengembangan diri anak perempuan serta melibatkan perempuan dalam angkatan kerja. Investasi berbagai pra sarana air bersih, transportasi serta bahan bakar –yang biasanya menyertai pembangunan— ditambah dengan pendalaman pasar, merupakan faktor-faktor penting yang mengurangi beban perempuan dan memudahkan pendidikan anak perempuan.
3. Bertindak aktif mengatasi ketidaksetaraan yang melekat dalam penguasaan sumber daya dan aspirasi politik.
Mengingat terbatasnya dampak gabungan dari reformasi institusi dan pembangunan ekonomi, dan perlu waktu lama untuk merasakan hasilnya, maka sangat diperlukan kebijakan tindakan aktif untuk meningkatkan kesetaraan gender.
a) Meningkatkan kesetaraan gender dalam akses ke sumber daya produktif dan kapasitas penghasilan.
Mengurangi ketidaksetaraan gender dalam akses ke sumber daya produktif akan membantu meningkatkan ekuitas dan efisiensi, sehingga upaya ini seringkali menjadi elemen kunci dari pendekatan kebijakan aktif dalam peningkatan kesetaraan gender. Dalam aspek finansial, salah satu inovasi terpenting dalam intermediasi keuangan untuk perempuan adalah kredit mikro kelompok simpan-pinjam. Dalam program kelompok simpan-pinjam dari Bank Gremeen dan Komite Keuangan Pedesaan Bangladesh (KKPB), dukungan dan tekanan kelompok telah dimanfaatkan sebagai pengganti agunan tradisional yang didasarkan pada kepemilikan tanah, bangunan atau aset fisik lainnya.
b) Mengurangi beban peran rumah-tangga perempuan.
Perempuan di negara berkembang umumnya bekerja lebih lama daripada laki-laki. Hal ini sebagian karena perempuan menanggung lebih besar tanggung jawab urusan rumah tangga yang sangat menyita waktu. Jumlah jam yang tersita untuk pekerjaan domestik ini semakin membatasi kesempatan perempuan untuk dapat berpartisipasi dalam kerja berbasis pasar atau mencari penghasilan sendiri yang dapat mempengaruhi posisi tawar mereka dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Untuk gadis dewasa yang ikut memikul tugas rumah tangga, kegiatan kerumahtanggaan ini seringkali dijalani dengan mengorbankan sekolah mereka.
c) Memperkuat aspirasi dan partisipasi politik perempuan.
Langkah-langkah yang meningkatkan hak bersuara perempuan dalam politik dan pembuatan kebijakan dapat memiliki implikasi yang luas bagi kesetaraan gender, karena akan meningkatkan kemampuan perempuan untuk bertindak demi dirinya sendiri. Di semua negara maju atau berkembang terdapat upaya untuk meningkatkan partisipasi politik dalam pembuatan kebijakan secara lokal dan nasional. Beberapa negara memakai sistem kuota, menetapkan jatah kursi bagi perempuan, untuk memastikan keterwakilan perempuan di parlemen. Di India, sepertiga kursi dewan perwakilan rakyat diperuntukkan bagi perempuan.
Selain contoh diatas, inisiatif baru juga dilakukan seperti, program mengkaji ulang dampak dari anggaran pemerintah. Program ini akan menilai sejauh mana anggaran yang dibuat memperhatikan kesetaraan gender. Program ini tidak bertujuan memisahkan proses anggaran untuk perempuan dan laki-laki tetapi untuk meningkatkan pemahaman masalah gender dalam proses dan alokasi anggaran, sehingga semakin terpastikan akses perempuan ke sumber daya dan berbagai pelayanan pemerintah.
No comments: