Ketika aku mencoba menuliskan beberapa bait kata tentangmu, ada
banyak sekali jeda dalam detik-detiknya. seakan-akan memang otakku masih
tak mampu menerjemahkannya. Walau mungkin benar aku belum bisa
menterjemahkannya, atau kau.
Entah sudah detik kesekian juta berapa ketika terakhir kali kita saling bertatap wajah, atau saling memandang mata, aku bahkan tidak bisa mengingatnya. Hanya saja terakhir kita bertemu tidak lagi ada sapa sapa yang seperti itu.
Bagaimana kabar masa lalu? entah siapa diantara kita yang akan membicarakan ini lebih dulu. Mungkin saja kau, atau... siapa tau aku? Jika aku, maka antara lelah atau tidak aku terus mencoba menyibak tentang masa lalu, sebelum ada pelaminan yang kau buat megah.
Entah sudah detik kesekian juta berapa ketika terakhir kali kita saling bertatap wajah, atau saling memandang mata, aku bahkan tidak bisa mengingatnya. Hanya saja terakhir kita bertemu tidak lagi ada sapa sapa yang seperti itu.
Bagaimana kabar masa lalu? entah siapa diantara kita yang akan membicarakan ini lebih dulu. Mungkin saja kau, atau... siapa tau aku? Jika aku, maka antara lelah atau tidak aku terus mencoba menyibak tentang masa lalu, sebelum ada pelaminan yang kau buat megah.
Aku bahkan masih menghapal setiap detik yang pernah kau luangkan untukku. Ciumanmu, pelukanmu, rasa bersalahmu, keromantisanmu, keperdulianmu. Sudah sangat lama berlalu, tapi aku tetap menghapalnya dengan jelas. Saat teringat kita bercanda ku bisa tertawa. Tidakkah kau pernah mengerti akan hal ini?
Bagaimana jika kuberitakan tentang bagaimana hatiku masih padamu?
Ketika tepat di penghujung waktu itu, aku memintamu jadi alamat rindu, mencoba menghadirkanmu mengelus relung kalbu. Menyanyikan lagu lagu indah dibawah hujan.
Namun aku memilih untuk lebih tunduk...
Aku bahkan tidak tau bisa seromantis itu.
Kemarin kulewati jalan itu bersisian denganmu dalam asa yang luar biasa, ditemani waktu yang bergegas cepat , jejak rasa yang harusnya kita untai perlahan malah tak berbekas. Meski kusadari kehilangan bukanlah semata perihal ketiadaan, namun kerapkali aku adalah keberadaan yg tersia-siakan, Bodohkah?
Aku ingat jejak rasa itu,hampir, atau mungkin? Entahlah. Namun aku pernah bertarung dengan ragu yang menyerbu menuntun aku ke jalan rindu. Andai sekali lagi waktu membawamu kembali. Andai kata terlambat tak pernah ada diciptakan, andai waktu itu tidak ada hari suram ketika nyanyian kecil penyanyi dangdut centil mencoba menyemarakkannya..
Bagaimana caranya berteriak marah? Apakah angin akan mengirimnya padamu? mengirim apa saja, mungkin benar akan marahku, atau mungkin malah mengirim rinduku?
Aku sangat ingin kau tau, kuhirup nafas, sambil terengah engah, aku tersengal tapi sebenarnya tidak bernafas. Menahan air mata disudut bentuk tikungan ini. Dan bergelut dengan perasaan. Apakah kau tau rasanya? Atau caranya?
Kau tahu, aku mulai jemu berurusan dengan rindu. Hidup hanya sebentar, dan keabadian hanya kelakar.
No comments: