Beyond Neo-Liberalism? The Emergence
of Latin American Pink Tide and Others.
Fenomena Ekonomi-Politik internasional yang secara keilmuan baru
dibakukan dan dijadikan studi keilmuan di beberapa universitas di Amerika dan
Eropa pada tahun 1970 dan 1980an dalam merespon peristiwa terjadinya embargo
minyak Negara-negara OPEC terutama yang berasal dari Timur Tengah/Negara
mayoritas Islam, dan ini memulai era keilmuan tidak terpisahnya ilmu ekonomi
dan politik serta sebaliknya, dan menurut Riza Noer Afani sebenarnya relasi
erat ekonomi politik ini terjadi sudah lama dalam realitasnya, hanya kemudian
dipisahkan oleh metode keilmuan behavioralisme/positivism.
Definisi ekonomi politik sendiri menurut beberapa peneliti adalah sebagai berikut:
- Analysis of the relationship between international economics and politics (john Bayliss and Steve Smith: 2008)
- International political economy is about the international of economics and politics in world affair (Richard W. Mansbach and Kirsten L. Rafferty: 2008)
Dalam perkembangannya kemudian kajian ekonomi politik internasional mengalami
perkembangan yang sangat pesat, dan issue-issue hubungan internasional yang
mulai bergeser dari high issue (Hankam) ke low issue (ekonomi-politik),
dan hal ini berdampak pada disiplin ilmu dan fenomena ekonomi-politik
internasional menjadi sorotan utama didalam hubungan internasional, era
globalisasi juga menjadi salah satu factor utama dari semakin pentingnya
pembahasan yang terkait ekonomi-politik internasional terutama pada ranah
metode pembangunan di Negara berkembang, sehingga sangatlah penting untuk
memahami korelasi dan dinamika yang terjadi antara proses globalisasi ekonomi
dengan strategi pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara sedang berkembang,
serta mengeksplorasi model-model pembangunan yang selama ini dikembangkan.
Definisi dari Globalisasi sendiri adalah: “those processes that knit people
everywhere together, thereby producing worldwide interdependence and featuring
the rapid and large-scale movement of persons, things, and ideas across
sovereign borders” (Richard W. Mansbach and Kirsten L. Rafferty: 2008).
Dengan definisi seperti ini bisa kita pahami kekompleksitasan dari penjabaran
ekonomi-politik internasional yang coba penulis jelaskan, dasar pijakan
keilmuan ekonomi-politik internasional yang didasarkan pada 3 tradisi
pendekatan utama yaitu Merkantilisme, Liberalisme dan Marxisme (Thomas Oatley,
2003) pun akhirnya dianggap tidak lagi relevan karena pendekatannya hanya
berdasar satu pijakan yaitu ideology dan mendasarkan pada signifikansi aktor
saja yaitu Liberal: individu, Merkantilis: Negara dan Marxisme: Kelas Sosial.
B. Gambaran Umum Kondisi
Ekonomi-Politik Amerika Latin
Amerika Latin secara geografis meliputin Negara-negara Amerika Tengah, Karibia
dan Amerika Selatan, dengan Mexico dibagian paling utara dan Argentina/Chile
dibagian paling selatan.
Kemudian Negara-negara Amerika Latin juga bisa digolongkan secara kebudayaan dan
agama yaitu Negara yang mayoritas memiliki budaya Spanyol dan Portugis
(Brazil), serta bisa juga digolongkan berdasarkan kekuatan perekonomiannya,
dimana Negara-negara Amerika Latin ini dikategorikan masih Negara berkembang
(Selatan) dengan keunggulan mutlak dan kekuatan ekonominya masih mengandalkan
pada sumber daya alamnya atau raw materials (bahan mentah).
Menurut Robert Gwynne dan Christobal Kay didalam buku Latin America
Transformed Globalization and Modernity menggambarkan bahwa kondisi
perekonomian Negara-negara di Amerika Latin dari decade tahun 1970-2000an awal
masihlah jauh tertinggal jika dibanding Negara-negara industri yang sudah maju
seperti AS, Jepang, Jerman, Inggris Raya dan Italia, angka GNP perkapita
Amerika Selatan yang masih rendah menyebabkan permasalahan utama di Amerika
Latin adalah bagaimana membangun model pembangunan (development) perekonomian
yang pas untuk diterapkan di Amerika Selatan.
Pada awalnya proses pembangunan di Amerika Latin menggunakan model Kapitalisme
terutama sekali adalah pendekatan yang dilakukan oleh ekonom dengan teori
modernisasi terkenalnya yaitu W.W. Rostow dengan bukunya The Stages of
economic development: yang meliputi (1) traditional society, (2)
pre-conditions of take-off, (3) take-off, (4) drive to maturity, (5) age of
high mass consumption, dan kunci utama untuk mencapai tahap take-off bagi
amerika latin adalah tetap membelanjakan 10-20 persen dari pendapatan
nasionalnya untuk ditabung/investasi serta program berjangka waktu tahunan
(biasanya 5 tahun) dengan menargetkan investasi modal baik itu sektor yang
dikuasai swasta maupun Negara dan memfokuskan pada sektor unggulan seperti
industry besar dan energy.
Namun pendekatan ini dianggap kurang berkerja secara efektif karena dari data
yang kita perhatikan bahwa Negara-negara amerika selatan masih berkutat menjadi
Negara tertinggal dan berkembang dibanding Negara-negara yang sudah maju dibelahan
bumi sebelah utara, karenanya kemudian seorang ahli ekonomi-politik yang banyak
dipengaruhi oleh Karl Marx yaitu Imannuel Wallerstein menjelaskan bahwa
kapitalisme sebenarnya berkembang dari system ekonomi feudal di eropa
pada abad 12-16 yang melahirkan banyak Negara-negara kuat di Eropa, dan ciri
dari system ini adalah sebuah bentuk perbedaan yang mencolok diantara
Negara-negara yang kaya dan wilayah kolonialisasi mereka yang jauh miskin,
kemudian Wallerstein membagi relasi dunia berdasarkan ekonomi kedalam 4 bentuk,
pertama adalah Negara core, semi-periphery, periphery, and external.
Dalam pemaparannya Negara core (inti) yang berlokasi di Eropa dan Amerika Utara
akan selalu berusaha untuk mengeksploitasi dan mengambil keuntungan dari sumber
kekayaan alam yang dimiliki oleh Negara periphery (pinggir) yang dalam hal ini
adalah kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin, Wallerstein juga menandaskan
bahwa sekalipun kolonialisme secara formal sudah tiada tapi praktek eksploitasi
Negara-negara terhadap Negara miskin dan berkembang terus saja terjadi yang dia
sebutkan sebagai neo-kolonialisme dan kemudian diperkuat oleh pernyataan
orientalist yaitu Edward Said bahwa kekuatan struktur dari barat yang menguasai
media dan ilmu pengetahuan juga salah satu factor yang dominan sehingga
fenomena ini terus berlanjut.
Pemaparan dari Imannuel Wallerstein inilah kemudian menginspirasi lahirnya
teori Dependencia oleh Raul Prebisch seorang ekonom dari Argentina,
Theotonio dos Santos seorang ekonom dari Brazil dan Andre Gunder Frank seorang
sosiolog dari Jerman, dalam kesimpulan ke 3 orang ini menjelaskan bahwa
Negara-negara miskin dan berkembang tak akan mampu meningkatkan
kesejahteraannya selama posisinya masih inferior didalam perdagangan internasional,
kebergantungan (Dependen) ekonomi Negara Amerika Latin yang miskin dan
berkembang kepada Negara maju disebabkan oleh;
- Kebergantungan pada sektor bahan mentah sebagai prioritas utama perdagangan menempatkan added value (nilai tambah) yang dihasilkan oleh Negara-negara berkembang tak akan pernah mampu melebihi Negara maju yang mengekspor bahan-bahan jadi karena memiliki nilai tambah yang jauh lebih tinggi
- Selain itu, ekspor bahan-bahan mentah dari amerika latin sebagian besar kepada Negara maju, sehingga jika Negara maju mengalami sedikit krisis, maka dampak krisis itu akan berdampak besar di Amerika Latin
- Kebergantungan pada hutang dan modal asing yang tinggi, sehingga menyebabkan beban hutang yang besar dan mampu menguras kas Negara selain itu pemodal asing mudah sekali menarik kembali modalnya dari amerika latin jika suatu waktu terjadi goncangan ekonomi
Karenanya para ekonom
penganut teori dependencia menyarankan beberapa hal untuk mengurangi
ketergantungan itu, antara lain:
- Mengurangi atau membatasi bahkan sampai pada tahap menutup diri dari barang-barang impor
- Sebisa mungkin menjadi Negara mandiri (memenuhi kebutuhannya sendiri)
- Dan menciptakan control Negara/pemerintah yang kuat didalam perekonomian
Pada awalnya perkembangan teori ini cukup bagus, sampai memasuki titik
kulminasi pada tahun 1980an dimana Amerika Latin mengalami krisis ekonomi yang
parah akibat tidak efesiensi dan tidak majunya industry-industri nasional yang
didukung oleh pemerintah dan dilain hal untuk membangun industry-industri tadi
pemerintah membutuhkan dana yang besar sehingga yang dilakukan adalah melakukan
pinjaman ke luar negeri, sehingga berdampak pada meningkatnya rasio hutang,
sehingga krisis ekonomi yang menimpa Amerika Latin berdampak pada sektor riil
juga moneter dan fiskal, dan dari krisis inilah kemudian penerapan model
pembangunan baru yaitu neo-liberalisme mulai diterapkan, yang akn saya bahas
pada bab selanjutnya.
Dari beberapa uraian gambaran umum diatas kemudian menimbulkan beberapa
pertanyaan antara lain: 1. Jelaskan bagaimana konteks neoliberalisme
mempengaruhi proses pembangunan di negara-negara Amerika Latin, Jelaskan
beragam faktor yang memberi andil bagi berkembangnya konteks neoliberalisme
tersebut. 2. Jelaskan bagaimana model pembangunan neoliberal dikembangkan dalam
konteks pembangunan negara-negara Amerika Latin. 3. Paparkan
altenatif-alternatif lain di luar neoliberalisme dan model pembangunan
neoliberal yang digagas dan dikembangkan oleh negara-negara Amerika Latin. Kaitkan
dengan fenomena pink tide yang belakangan ini bermunculan di sebagian
negara-negara Amerika Latin. 4. Masih relevankah pendekatan tradisional
ekonomi-politik internasional yang berdasarkan ideology? jika tidak maka apa
alternative jalan lainnya?.
C. Konteks neoliberalisme
mempengaruhi proses pembangunan di negara-negara Amerika Latin dan beragam
Faktor yang mempengaruhinya
Diawal penulisan sempat saya singgung salah satu sebab masuknya proses
pembangunan neoliberalisme adalah gagalnya metode teori dependensia didalam
membangun perekonomian di Amerika Latin. Sedangkan factor-faktor yang
mempengaruhi masuknya Neo-Liberalisme sendiri, penulis bagi menjadi 2 bagian,
pertama factor eksternal dan kedua adalah factor internal, sebelum menjelaskan
apa saja faktornya, alangkah baiknya saya mulai dengan penjelasan apa itu
neo-liberalisme dan apa ciri khas utamanya.
Neo-Liberalism bisa dikatakan adalah penerus dari Liberalisme, liberalism itu
sendiri dikembangkan oleh Immanuel kant seorang Filsuf dan juga pakar
hubungan internasional pernah membuat tulisan tentang kondisi dunia dengan
tulisannya yang berjudul Perpetual Peace (Perdamaian yang abadi), kant
berpendapat bahwa dengan demokrasi/liberal perdamaian mampu tercipta meskipun
di dunia ini memiliki banyak pemerintah yang berdaulat selama setiap
Negara/bangsa saling mengakui kedaulatan dan menerapkan prinsip egaliter yang
menghormati hak dan kepentingan antar satu Negara dengan Negara yang lain, dan
Mansbach menambahkan bahwa Liberalisme pada dasarnya adalah:
“An optimistic approach to global
politics based on the perfectibility of humankind, free trade, and democracy;
focuses on individuals rather than states”
Kemudian dari terminology inilah Neo-Liberalisme
dikembangkan yang menurut Mansbach adalah:
“The system level and assume that
actors are both unitary and rational in the sense of judging alternatives on
the basis of their costs and benefits. They emphasize that individuals
everywhere depend on one another for survival and well-being and that they are
linked by shared fates; that is, they are interdependent. Interdependence, in
turn, produces cooperation”
Dalam perkembangannya neoliberalisme
ini menjadi ciri khas dari Negara-negara industry maju dan institusi-institusi
internasional seperti IMF atau Bank Dunia, selain itu neoliberalisme juga
menjadi identik dengan sebuah paket ekonomi yang ditawarkan oleh John
Williamson dengan 10 butirnya yang dikenal dengan “Washington Consensus”,
berikut isinya:
- Fiscal policy discipline, with avoidance of large fiscal deficits relative to GDP;
- Redirection of public spending from subsidies ("especially indiscriminate subsidies") toward broad-based provision of key pro-growth, pro-poor services like primary education, primary health care and infrastructure investment;
- Tax reform, broadening the tax base and adopting moderate marginal tax rates;
- Interest rates that are market determined and positive (but moderate) in real terms;
- Competitive exchange rates;
- Trade liberalization: liberalization of imports, with particular emphasis on elimination of quantitative restrictions (licensing, etc.); any trade protection to be provided by low and relatively uniform tariffs;
- Liberalization of inward foreign direct investment;
- Privatization of state enterprises;
- Deregulation: abolition of regulations that impede market entry or restrict competition, except for those justified on safety, environmental and consumer protection grounds, and prudential oversight of financial institutions;
- Legal security for property rights.
Pada prinsipnya Neoliberalisme lebih mengedepankan fundamentalisme pasar dan
sebisa mungkin mengurangi perang pemerintah/pemerintah cukup jd regulator saja,
bahkan Ronald Reagan berkata: pemerintah bukan solusi, tapi adalah masalah.
Dalam konteks Amerika Selatan penggunaan metode Neoliberalisme ini menjadi
sebuah landasan yang umum dipakai, dan hal ini disebabkan oleh 2 faktor utama:
- Factor Eksternal: Robert Gwynne dan Christobal Klay menjelaskan bahwa masuknya Neoliberalisme sebagai metode pembangunan ekonomi di Amerika Selatan karena factor global, yaitu runtuhnya kekuatan blok timur yakni Uni Sovyet yang menandai keberhasilan liberalisme dan neoliberalisme (Amerika Serikat dan Uni Eropa) dan kegagalan komunisme/marxisme sebagai metode pembangunan perekonomian, dan juga keberhasilan pembangunan ekonomi di Asia Timur yang berorientasi led-export . selain itu juga yang pasti adalah penggunaan model neoliberalisme oleh IMF dan Bank Dunia sehingga banyak Negara kemudian yang menerapkan kebijakan neoliberal sebagai kompensasi bantuan dana talangan dari IMF/Bank Dunia.
- Faktor Internal: factor internal pertama ditandai dengan ketidakberhasilan model ekonomi dependensia dan strukturalisme dalam menciptakan pembangunan di Amerika Latin terutama setelah model ini tertimpa krisis ekonomi, sedangkan model neoliberalisme dengan solusinya ditawarkan oleh IMF telah berhasil meningkatkan arus dan jumlah perdagangan Negara-negara amerika latin dengan Negara-negara dikawasan lain, dan juga meningkatnya jumlah investasi dan pemasukan yang tinggi kepada bank-bank di Amerika Selatan, selain itu factor politik memiliki peran penting disini yaitu mulai bergantinya rezim militer yang otoriter dalam kepemimpinan di Negara-negara amerika selatan yang beralih kepada system kepemimpinan ala demokrasi.
D. Model pembangunan neoliberal
dikembangkan dalam konteks pembangunan negara-negara Amerika Latin
Mengutip pernyataan Soe Hok
Gie bahwa setiap pemikiran dari luar akan berasimiliasi dengan nilai-nilai
local, maka hal ini jugalah yang terjadi pada Negara-negara di amerika latin
ketika menerapkan kebijakan neoliberalisme, apalagi mengingat neoliberalisme
juga tidak seutuhnya memberikan jaminan akan sebuah system/model yang mapan,
bahkan pada tahun 2001 Argentina tertimpa krisis ekonomi yang diakibatkan oleh
pasar valas yang terlalu floating, sehingga Argentina pun mulai
menerapkan kebijakan mata uang yang Fix, atas hal ini Susan Strange memberikan
kritiknya:
“Our problem in the next century is
that the traditional authority of the nation state is not up to the job of
managing mad international money, yet its leaders are instinctively reluctant
to entrust that job to unelected, unaccountable bureaucrats. . . . Perhaps,
therefore, money has to become really much more mad and bad before the
experience changes preferences and policies” (Mad Money, P.190)
Selain itu model Neoliberalisme sendiri mendapat kritik yang tajam dari para
penggiat dan ahli ekonomi dari AS sendiri, seperti Jeffrey Sachs, Joseph
Stiglitz dan Dani Rodrik. Jeffrey Sachs menjelaskan bahwa solusi
neoliberaslisme dengan Washington consensus nya itu bukan merupakan solusi yang
rasional melain sudah seperti 10 firman Tuhan (Ten Commandments), begitu juga
Joseph Stiglitz yang menjelaskan bahwa terlihat sangat konyol ketika sebuah
solusi yang ditawarkan kepada Negara-negara yang terimpa krisis hanya
berdasarkan resep ekonomi dari Washington consensus tanpa memperhatikan gejala
dari pasien itu sendiri, bahkan Dani Rodrik berkata bahwa Washington consensus
sudah menunjukkan kegagalannya dan saatnya kita berkata: Goodbye
Washington Consensus, Hello Washington Confusion?
Dan John Williamson sendiri sempat mengungkapkan bahwa kesalahan terbesarnya
dengan memberikan nama Washington Consensus kepada solusi perekonomian yang
ditawarkannya, dan Negara-negara amerika selatan sendiri pada prinsipnya masih
menggunakan Neoliberalisme sebagai model perekonomiannya seperti stabilitas
ekonomi makro dan perlindungan kepemilikan individu, namun Negara-negara ini
kemudian mengoptimalkan pemasukan yang diperoleh oleh Negara untuk membatu
orang miskin dan pemberian pendidikan.
E. Altenatif-alternatif lain di
luar neoliberalisme dan model pembangunan neoliberal yang digagas dan
dikembangkan oleh negara-negara Amerika Latin. Kaitkan dengan fenomena pink
tide yang belakangan ini bermunculan di sebagian negara-negara Amerika Latin.
Perkembangan Pink Tide (merah jambu)
dan alternative model pembangunan ekonomi selain Neoliberalisme tidak bisa
dipisahkan dari 2 hal, pertama adalah kemenangan yang diperoleh partai
kiri-tengah dalam kontes menjadi kepala Negara di Amerika Selatan yang akhirnya
berdampak pada model kebijakan ekonominya.
Selain itu factor kedua adalah adanya kelemahan pada model ekonomi
neoliberalisme itu sendiri yang terlalu berorientasi pada pasar, bahkan masih
rentan terhadap krisis, sehingga Negara-negara di amerika latin mulai mencari
alternative lain didalam model pembangunan ekonominya dan alternative ini
mengarah pada model pink tide yaitu model yang tdak lagi terjebak pada
pertentangan ideology atau merubahnya tapi lebih kepada melibatkan partispasi semua
pihak didalam pembangunan perekonomian; sosialis yang liberal-demokratik, untuk
hal ini penulis akan membaginya menjadi 2 alternatif, alternative pertama
adalah 1. Post Washington Consensus dan 2. Neo-structuralism:
Pertama adalah PWC atau post Washington consensus diusung oleh beberapa
pengamat perekonomian Amerika Selatan antara lain adalah Francisco Panizza yang
berkata bahwa:
“the PWC is a more comprehensive,
context-sensitive and politically aware model of development. While the WC was
narrowly economist in its conception of development, the PWC seeks to bring
into consideration its economic and social dimensions and to rediscover the
importance of politics, institutions and the state”
Yang kemudian diperkuat lagi dengan pernyataan José
Luis Machinea, yang berkata bahwa:
“[W]e are witnessing the emergence
of a new consensus on growth. The basic precept of this consensus is that
policy outcomes depend on the context in which policy measures are applied and,
therefore, vary from country to country. Hence, the lessons learned from other
countries’ experiences do not translate into an uncritical transposition of
other countries’ policy initiatives or institutional arrangements to the
region. Experiences cannot be copied without taking into account of history,
Social structure, external settings, political dynamics, and institutions, i.e.
the specific characteristics of each country … while it is possible to find a
set of principles that are common to all successful growth strategies, there
are many different ways these principles can be applied, depending on the
characteristics of each country. (Machinea and Kacef 2007: 9)
Kedua adalah alternative yang coba ditawarkan oleh mantan
Presiden Brazil yaitu Fernando Henrique Cardoso, banyak pengamat mengatakan
bahwa metode neostructuralism yang ditawarkan oleh Cardoso adalah Neoliberal,
namun beliau sendiri membantahnya beberapa kali, seraya berkata:
“When I wrote my books on dependency
theory, the underlying hypothesis was that the international process of
capitalism adversely affected conditions for development. It did not prevent
development, but made it unbalanced and unjust. Many considered economic
inward-orientation was a possible form of defense against the alternative of an
international integration regarded as risky and dangerous. This view has
changed. We have to admit that participation in the global economy can be
positive, that the international system is not necessarily hostile. But we
should work carefully to seize the opportunities. Successful integration into
the global economy depends, on the one hand, on diplomatic articulation and
adequate trade partnerships, and, on the other, on the individual homework of
each developing country based on a democratically built consensus”
Dari pernyataan ini dapat dipahami
bahwa sebenarnya Neostructuralisme ini diawali dari kesadaran bahwa teori
dependensia itu tidaklah benar, namun bukan berarti Neoliberalisme menjadi
alternative utama, disitu digambarkan bahwa dalam membuka gerbang ekonomi
Negara-negara Amerika Latin dalam hal ini Brazil harus juga memperhatikan aspek
kesiapan di dalam negeri, jadi peran Negara dan kekuatan ekonomi domestic tidak
hilang disini dan ini yang dimaksud dengan neostructuralisme tersebut.
Hal ini seperti yang diungkapkan
oleh Leiva (1998) bahwa:
“neostructuralism’s
historical opportunity appears once it is necessary to consolidate and
legitimize the new regime of accumulation originally put in place by neoliberal
policies. Neoliberalism and neostructuralism, therefore, are not antagonistic
strategies, but rather, due to their differences, play complementary roles
ensuring the continuity and consolidation of the restructuring process”.
Dalam penjabarannya Neostructuralisme melihat bahwa hambatan utama
Negara-negara Amerika Latin terutama Brazil dalam pembangunan ekonominya adalah
sebagai berikut:
- in technical progress with the extreme concentration of innovation and technological capability in the centre or core economies and largely under the control of TNCs;
- in financial vulnerability as peripheral or developing countries are far more exposed to external shocks than in the past due to greater financial dependence with its associated volatility;
- trade vulnerability has intensified as a result of fluctuations in demand levels and terms of trade, partly due to the continued deterioration in commodity prices;
- in the economic mobility of factors of production. While the neoliberal reforms have greatly enhanced the mobility of capital, the mobility of labour continues to be restricted. This asymmetry skews the distribution of income in favour of capital, and places labour at a disadvantage, especially in the periphery or developing countries due to their surplus of labour.
Untuk mengatasi hal ini maka Neostructuralisme menawarkan beberapa solusi
perekonomian, antara lain sebagai berikut:
- Enhance the transfer of technical progress from the centre to periphery countries;
- Promote the development of institutional, social, human and knowledge capital so as to strengthen endogenous growth in countries of the periphery;
- ensure adequate participation in decision-making at the international level;
- Gradually lower the barriers to labour migration, particularly from countries of the periphery to those of the core;
- Decrease financial volatility;
- Reduce the sizeable production and export subsidies of agricultural commodities in the centre or core economies.
F. Masih relevankah pendekatan
tradisional ekonomi-politik internasional yang berdasarkan ideology? jika tidak
maka apa alternative jalan lainnya?
Pertanyaan ini kemudian menjadi
pertanyaan paling mendasar didalam studi ekonomi-politik internasional,
sebagaimana ketika bisa melihat fenomena di amerika latin ternyata model
pembangunan ekonomi tidak lagi terpaku kepada ideology ( Merkantilisme,
Liberalisme dan Marxisme) yang dibentuk oleh metode pengetahuan modernisme yang
positivistic, falsifikasi (narasi besar) dan dealektik/binary
(dichotomous,dsb), serta semakin banyak nya aktor didalam hubungan
internasional.
Dan kemudian melihat hal ini apakah ideology didalam ekonomi politik
internasional menjadi runtuh atau akan ada pengetahuan-pengetahuan baru dengan
ideology-ideology barunya, saya sepakat dengan pernyataan Thomas Kuhn bahwa
pengetahuan akan terus berkembang seiring perkembangan kesadaran dan pola hidup
manusia, karenanya dalam hal ini penulis mencoba mengupas pendekatan baru yang
lebih metodologi didalam ekonomi-politik internasional sebagaimana yang
dijelaskan oleh Steve Smith didalam buku The Globalization of world Politcs:
a) Institutionalist:
Pendekatan ini lebih kepada arena
ekonomi dunia yang berbentuk kerja sama antar Negara, pendekatan ini melihat
aktor utama yaitu pemerintahan suatu Negara dan insititusi yang pemerintah
gunakan sebagai bentuk untuk mencapai kepentingan mereka, dan kunci utama dan
level rational choice oleh suatu pemerintahan berdasarkan keuntungan potensial
yang bisa didapat dari kerja sama. Bagi institunionalis kunci utama untuk
membentuk kondisi tatanan kerja sama adalah dengan adanya keberadaan insititusi
internasional yang bisa menjamin kerja sama selalu berlanjut
b) Political Economy:
Bagi political economist,
karakter ekonomi dunia adalah kompetisi diantara kepentingan utama/tetap antar
Negara dan actor-aktor utama di tiap Negara adalah grup-grup kepentingan yaitu
yang memiliki kekuatan di ekonomi domestik, kunci utamanya adalah rational
choice yang diambil dari respon ekonomi domestik yang mengubah ekonomi
politik internasional. Para economist tidak terlalu peduli dengan teori yang
mengenai kebutuhan-kebutuhan mendesak bagi tatanan internasional.
c) Neo-Gramscians :
Menurut Neo-gramscian ekonomi dunia
adalah sebuah struktur yang melingkupi pengetahuan, ide-ide dan
institusi-institusi yang merefleksikan kepentingan utama Negara-negara dan
berkompetisi didalamnya. Ini terkait dengan struktur system itu sendiri sebagai
bentuk vital dalam memahami identitas-identitas dan preferensi-preferensi
setiap aktor, kunci utamanya adalah kompetisi, yang mana dibatasi oleh
kebutuhan-kebutuhan Negara-negara kuat untuk memperoleh pengakuan dari
Negara-negara lemah
Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
ReplyDeleteKaos Dakwah Terbaru
Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
Mungkin Kau Sering Lupa Kebaikan Istrimu
KINI DEWALOTTO MENYEDIAKAN DEPOSIT VIA PULSA TELKOMSEL / XL
ReplyDeleteUNTUK KEMUDAHAN TRANSAKSI , ONLINE 24 JAM BOSKU ^-^
WWW.DEWA-LOTTO.NAME
WA : +855 88 876 5575