A. Definisi
Konsumerisme pada dasarnya hadir dari efek penyamaan dari rasa kebahagiaan
manusia dengan rasa memiliki barang dan belanja, term ini digunakan untuk
mendeskirpsikan dan istilah ini biasanya dikaitkan dengan kritik terhadap
konsumsi oleh Karl Marx dan Thorstein Veblen maupun Keynes, pada dasarnya
konsumerisme bertujuan bahwa pilihan bebas dari konsumen harus menentukan
struktur ekonomi masyarakat (Lingoes Dictionary)
Konsumerisme biasanya dipahami sebagai gerakan sosial yang bertujuan untuk
melindungi konsumen terhadap ekses bisnis dan mempromosikan hak-hak konsumen
(McGregor, 2003: 3), pada prinsipnya gerakan ini berusaha untuk memperjuangkan
hak-hak konsumen yang dipengaruhi oleh kekerasan struktural (masalah tanah sewa
dengan para pemilik tanah, diskriminasi perumahan, penyalahgunaan terhadap
konsumen lanjut usia, diskriminasi terhadap perempuan oleh lembaga keuangan,
dan anak-anak sebagai konsumen mudah diserang). Didalam penjelasannya McGregor
mencoba menjelaskan permasalahan terkait konsumerisme dari sudut pandang yang
berbeda dari beberapa peneliti yang melihat bahwa permasalahan konsumerisme
disebabkan oleh pasar yang sudah diatur, namun mencoba dari sudut pandang bahwa
kekerasan structural juga dikarenakan perilaku pembeli.
B.
Konsumerisme sebagai kekerasan
Konsumerisme kemudian menjadi sebuah kekerasan ketika John Galtung memasukkan ketidakadilan yang salah satunya disebabkan oleh adanya perbedaan kelas sosial menjadi salah satu bentuk kekerasan yaitu kekerasan structural, dan kekerasan structural ini nampak timbul dari konsumerisme ketika adanya praktek yang dilakukan oleh masyakarat konsumtif dan hidup mapan untuk terus memperkaya dirinya dengan cara semakin menyusahkan buruh pekerja dan merusak ekosistem alam di Negara nya sendiri atau di Negara lain, dan berdasarkan catatan Mcgregor kekerasan yang dilakukan oleh konsumerisme antara lain sebagai berikut (McGregor, 2003: 7) :
- Adanya ketidaklayakan makanan, perumahan, kesehatan, keamanan, kondisi pekerjaan, pendidikan, jaminan ekonomi, pakaian dan hubungan keluarga, serta:
- Adanya bentuk penindasan, pengecualian/pelarangan, eksploitasi, marjinalisasi, penghinaan secara kolektif, stigmatisasi, penekanan, ketidaksetaraan, dan kurangnya kesempatan yang dikarenakan oleh hal-hal yang tidak bisa menjadi sasaran kesalahan yang mengarah pada kekerasan cultural, seperti:
- Wanita, anak kecil, orang tua, atau hal-hal yang terkait karena adanya perbedaan etnik, ras, kelompok agama dan orientasi jenis kelamin.
Dari sini kita dapat mengetahui
bahwa konsumerisme memiliki andil dalam kekerasan structural, dan sekarang
sudah menjadi tantangan bersama untuk mengatasi dan memitigasi konsumerisme
sebagai sumber kekerasan structural terutama sekali pada masyarakat yang
consumer/konsumtif, dan McGregor menekankan adalah tantangan bagi kita
untuk secara mendalam melakukan penyelesaian dengangan cara perubahan
pola hidup konsumeris yang berlebihan dan telah mempengaruhi kebijakan dan
struktur ketidakadilan serta kekerasan terhadap hak asasi manusia.
C. Modernisme,
Konsumerisme: Kekerasan, Post-Modernisme: Perdamaian?
Dalam tulisan McGregor (Consumerism and Peace) serta Bonino (Postmodernist society crime and Violence) berusaha untuk menjelaskan bahwa kekerasan pada masyarakat modern disebabkan oleh konsumerisme dan konsumerisme sendiri lahir dari Modernisme, dan mereka menawarkan pandangan Post-Modernisme sebagai pembongkar kekeliruan Modernisme dan berusaha sekaligus menawarkan solusinya dengan harapan menciptakan perdamaian.
Sebelum membahas Konsumerisme dan Postmodernisme sendiri, penulis akan menjelaskan secara singkat tentang Modernisme, era Modernisme diawali dari seorang Filsuf Perancis beranama Rene Descartes (dikenal jugan dengan bapak modernism) dan kemudian diteruskan oleh tokoh seperti David Hume, Immanuel Kant dan atau August Comte.
Pada dasarnya pandangan Modernisme jika dibagi menjadi 4 sudut pandang penjelasannya akan sebagai berikut; 1.Logika; secara logika pandangan Modernisme menggunakan Logika Induktif, 2.Epistemology; karena logikanya adalah logika induktif maka bisa dipastikan bahwa alat pengetahuannya terbatas pada empirisme (inderawi dan alam) dengan metode observasi dan experimentasi, 3.Ontology; karena alat pengetahuannya dan metode pengetahuannya terbatas pada yang empirisme (jikapun Descartes dan Kant menganggap dirinya rasionalisme tapi menurut penulis penjelasan beliau bahwa adanya pengetahuan rasional tersebut setelah persentuhan akalnya dengan alam, jadi dengan bahasa lain bahwa akal sekedar alat pengetahuan dan adalah alam/indera adalah sumber pengetahuan) karenanya pandangan modernism menitik beratkan bahwa keberadaan itu pada materialisme karena hanya yang material saja lah yang bisa diaffirmasi oleh metode pengetahuan empirisme dan sains, 4. Aksiology; Karena metode empirisme dan materialisme adalah satu-satu yang ada, maka hal ini akan mempengaruhi pola perilaku manusia, seperti kata Jalaludin Rumi bahwa manusia adalah apa yang dipikirkannya, maka pemikiran modernism ini mempengaruhi pola hidup manusia menjadi empiris, materialis dan menolak keberadaan yang metaphysic (seperti Ruh, Tuhan,dll.) karenanya ketika manusia mencoba menjawab fitrah kebahagiaannya maka satu-satunya solusi yang ditawarkan oleh modernisme hanya terbatas pemenuhan aspek jasmani (inderawi) manusia yang material itu, maka hal ini melahirkan bahwa kebahagiaan manusia diidentikkan dengan pemenuhan aspek material nya dengan cara menumpuk materi sebanyak mungkin (menjadi masyarakat yang konsumeris) dan mulai menciptakan alat-alat untuk mempermudah kehidupan manusia (Teknologi)
Dalam penjelasan Teoritisnya, McGregor mencoba mengkritik bahwa permasalahan yang ditimbulkan oleh modernism dengan kapitalisme dan konsumerisme nya tak akan mampu diselesaikan dengan pendekatan Modernisme itu sendiri, tapi harus dengan pendekatan lain yaitu dalam hal ini adalah Posmodernisme, kritik Posmodern terhadap Modernisme antara lain seperti kritik yang dilontarkan oleh McGregor bahwa modernism itu empiris dan saintis dan tidak mampu menjawab berbagai permasalahan yang ditawarkannya, pendekatan modernis yang dikotomis dan dealektis itu kemudian dibantah dengan pendekatan holism dan interdependence (McGregor, 2004; 10).
Kritik lain juga disampaikan oleh Bonino bahwa aspek masyarakat modern yang terlalu material dan saintis dan menggantungkan kebahagiaannya pada alat telah membuat manusia melupakan aspek kemanusiaannya seperti kepercayaan pada hal yang metaphysics (contohnya Tuhan), keingingan akan rasa aman (jauh dari takut) dan jati diri (identitas).
Secara garis besar berikut ciri khas yang diakibatkan dari masyarakat modernize menurut McGregor dan Bonino:
- Tumbuhnya kapitalisme pasar (via merkantilisme)
- Berkembangnya bank trans-nasional dan perdagangan dunia
- Berkembangnya Negara-bangsa dengan pemerintahan yang terpusat
- Masyarakat kelas menengah
- Hal-hal yang metaphysic dianggap mitos
- Menyebarnya teknologi dan ilmu pengetahuan
- Produksi missal dan efesiensi industry
- Ekonomi diatur pada permasalahan konsumsi
- Aturan yang rasional
- Menandai sebuah kebenaran yang abadi sebagai narasi besar
- Terobsesi dengan mengatur, mengklasifikasi dan mengelompokkan segala sesuatu
- Patriarki
- Timbulnya rasisme, diskriminasi etika, marjinalisasi,dsb
- Bumi di dominasi oleh laki-laki
- Arti dan kebenaran ditentukan oleh tiap manusia
- Kehidupan seperti mesin yang tidak berfikir dan bisa dikontrol
- Mengasumsikan segala sesuatu itu terpisah, tidak terhubung (binary/dualitas,dsb.)
- Reductionisme
- Hanya fokus pada hasil, tidak menghargai proses
- Satu-satunya yang penting adalah kekuatan
D. Posmodernisme
dan Solusi Perdamaian
Dan hasil yang ditimbulkan dari modernism diatas telah menyebabkan beberapa permasalahan yang akut, dan sebagai solusinya postmodernist sebagaimana yang ditawarkan oleh beberapa tokoh utamanya seperti Jacques Derrida atau Jurgen Habermas atau mungkin Antonio Gramsci mencoba menawarkan sebuah konsep narasi kecil (mengembalikan aspek kemandirian dan dasar kebenaran hidup kepada hal yang paling kecil yaitu manusia itu sendiri serta lokalitas disekitarnya (Subject), bukan lagi alat atau pengaruh dominasi kebenaran manusia yang lain (Object) ) dan juga membina yang namanya relasi/komunikasi inter-subjectivitas melalui Culture dan Pengetahuan yang tidak lagi terdiklasifikasikan kedalam dualitas yang saling berhadap-hadapan tapi melainkan sebuah relasi yang saling mendukung satu-sama lain
Dalam tawaran perdamaiannya McGregor membagi perdamaian itu kedalam 5 bentuk:
- Inner Peace: yaitu penekanan bahwa perdamaian ada dan berasal dari diri tiap manusia
- Negative Peace: penekanan akan tidak adanya perang dan kekerasan langsung
- Positive Peace: lebih menekankan pada aspek struktur perdamaian, seperti tegaknya keadilan, kebebasan, hak asasi manusia, kesetaraan dan inklusi.
- Relational Peace: Perdamaian yang timbul dari adanya relasi solusi perdamaian positive dan negative
- Eco-Peace: perdamaian yang diartikan adalah perdamaian kepada alam (bumi) dimana manusia menjaga keberlangsungan hidup Bumi dan Alam berarti telah menjaga kehidupan manusia dan seluruh mahluk hidup di dalamnya, dan ini adalah bentuk perdamaian yang nyata.
Solusi perdamaian dari McGregor dengan pendekatan Posmodernis nya antara lain,
sebagai berikut:
- Sebuah penghormatan bahwa kita sedang menuju gerbang sebuah era baru
- Kesatuan antara pengetahuan (politik, ekonomi, etika, dan sebagainya)
- Hubungan tanggung jawab terhadap bumi
- Sebuah suara pembelaan kepada mereka yang termarjinalkan
- Sebuah bahasa penghormatan pada peranan wanita
- Menghormati kekuatan ilmu pengetahuan dan sejarah
- Keseimbangan pengetahuan rasional dengan aspek pengetahuan yang lain dinilai “irasional” seperti rasa, emosi, intuisi, dsb.
- Penghormatan pada pengetahuan, kebenaran dan arti yang dibentuk oleh komunitas local dari pada menerapkannya hanya pada sebuah narasi besar
- Membuka pemikiran bahwa segala sesuatu itu terhubung
- Menghormati proses menjadi (bukan hasil
- Perdagangan yang adil dan pasar yang berciri loca
- Tempat kerja yang manusiawi dan menghentikan pekerja anak-anak
- Pengormatan pada keaslian dan keberlanjutannya
E.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan saya terhadap struktur tulisan yang dibuat oleh McGregor dan Bonino
sudah komprehensif, dengan pendekatan teoritis yang jelas serta tawaran solusi
yang jelas akan mempermudah pembaca memahami dan bagaimana cara
pengaplikasiannya serta juga adanya beberapa bukti kekerasan (empiris) yang
ditimbulkan oleh modernism telah memperkuat penjelasan para penulis diatas.
Adapun kritik dan saran saya secara pribadi terhadap isi tulisan diatas adalah
sudut pandang yang ditawarkan oleh McGregor dan Bonino memang jelas tapi hanya
dari satu sudut pandang saja (posmodernis).
Dan dalam kenyataannya sendiri posmodernis mendapat tantangan filosofis dan
teoritis, dan juga masih kurang bisa terujinya solusi-solusi yang ditawarkan
oleh Posmodernis dalam menciptakan perdamaian, makanya tak heran banya yang
berpendapat bahwa Posmodernis hanya bisa mengkritik tapi tidak bisa memberikan
solusi yang efektif.
Tapi sejauh pengamatan saya, gerakan posmodernis ini mulai menunjukkan
efektifitas alternative solusinya, walau masih dalam skala kecil/local, karena
lokalitas sendiri adalah aspek yang ditekankan oleh posmodernisme dalam
penyelasian kekerasan oleh konsumerisme.
No comments: