ISI KEPALA KARL
MARX
Analisa
materialisme historis dalam buku The Holy
Family dan The Communist Manifesto , yang didalamnya secara eksplisit
termuat analisa tentang sejarah perkembangan masyarakat dunia. Materialisme
historis merupakan filsafat sejarah yang didalamnya mengandung unsur hukum perkembangan sejarah masyarakat dunia,
dimana Marx mengasumsikan bahwa dalam menganalisa sejarah perkembangan
masyarakat dunia yang harus diteliti adalah basis material yang ada dalam
perjalanan, tumbuh, berkembang dan hancurnya sejarah. Basis material dalam
perjalanan sejarah masyarakat dunia, dapat dilihat pada corak produksi, alat produksi dan faktor
produksi tiap fase perkembangan sejarah
masyarakat.
Dalam
perkembangan masyarakat, hubungan produksi dalam tahapan perjalanan masyarakat
dunia, secara keseluruhan membentuk struktur ekonomi masyarakat yang merupakan
fondasi riil tempat berdirinya superstruktur hukum dan politik serta dapat
disamakan dengan bentuk nyata kesadaran masyarakat. Mode produksi dalam
kehidupan material menentukan karakter umum dari proses sosial, politik dan
spiritual dalam kehidupan masyarakat.
Prinsip
dasar pandangan materialisme sejarah dapat dirumuskan sebagai berikut :”bukan
kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka, tetapi sebalikya keadaan
sosial merekalah yang menentukan kesadaran mereka”. Pada tahapan tertentu dalam
perkembangan masyarakat dunia, kekuatan material produksi dalam masyarakat
bertentangan dengan hubungan produksi yang ada
sehingga memunculkan kontradiksi tajam antara hubungan kepemilikan dalam
kelas sosial masyarakat dan menciptakan perubahan hubungan kepemilikan.
Marx
menerapkan dialektika Hegel pada pandangannya tentang sejarah yang bersifat
deterministik, menurut teori ini perbudakan dilihat sebagai alat utama dari
produksi atau thesis pada zaman Yunani-Romawi Kuno, feodalisme menjadi
antithesis di abad pertengahan dan sinthesisnya menjadi kapitalisme yang akan
menjadi thesis baru setelah pencerahaan. Namun kapitalisme akan menghadapi
antithesisnya sendiri yakni sosialisme, pada akhirnya pertentangan ini akan
menghasilkan sistem produksi tertinggi yaitu komunisme.
Secara
eksplisit turunan analisa ini pada kondisinya kemudian memunculkan periode
revolusi sosial, dengan berubahnya pondasi ekonomi maka seluruh superstruktur
juga akan mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini merupakan keniscayaan
sejarah perkembangan masyarakat dimana persfektif
historical materialism mengejawantahkan bahwa kontradiksi yang matang
antara hubungan produksi masyarakat akan menciptakan tatanan sosial masyarakat
yang baru. Tidak ada tatanan sosial yang lenyap sebelum semua kekuatan produksi
yang ada didalamnya dibangun dan hubungan produksi baru yang lebih tinggi tidak
akan muncul sebelum kondisi eksistensi material mereka mengalami kematangan
dalam rahim masyarakat yang lama
Konsepsi
negara yang telah dibangun oleh Hegel dalam perkembangan filsafat mengalami
proses dialektis, dimana memunculkan antithesis dari konsepsi negara versi
Hegel, hingga pada tingkatan sinthesis dan memunculkan konsepsi negara yang
baru. Salah satu antithesis yang tercatat muncul sebagai pengkritik dari
konsepsi negara yang telah dirumuskan oleh Hegel adalah munculnya aliran
filsafat materialisme modern, dimana memunculkan tokoh seperti Ludwig
Feuerbach, Karl Marx dan kelompok Hegelian Kiri.
Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat, selain Feuerbach, Marx merupakan
salah satu pemikir materialis yang gencar mengkritik pandangan Hegel dan aliran
filsafat yang dianutnya, namun tidak dapat kita pungkiri pula bahwa Marx
sekalipun tercatat sebagai salah seorang murid filsafat Hegel yang tergabung
dalam kelompok Hegelian Kiri, serta dapat kita lihat bahwa banyak pula
pandangan-pandangan Hegel yang mengilhami pandangan filsafat Marx dikemudian
hari.
Disatu
sisi dapat kita lihat bahwa Marx merupakan salah satu filsuf yang mengagumi
gagasan-gagasan dari filsafat Hegel, walaupun seperti yang kita ketahui bahwa
ada beberapa bagian secara mendasar dalam filsafat Hegel yang mendapat kritikan
tajam dari Marx. Ungkapan kekaguman Marx terhadap Hegel dapat kita lihat dalam
bukunya Kemiskinan Filsafat, dimana Marx membuat sebuah analogi dengan
mengatakan ; “... jika orang Inggris mengubah orang menjadi topi, maka orang
Jerman mengubah topi menjadi gagasan-gagasan, orang Inggris itu adalah Ricardo,
bankir kaya dan ahli ekonomi terhormat ; orang Jerman itu adalah Hegel,
profesor filsafat yang sederhana pada Universitas Berlin ...”.
Secara
konsepsi, asumsi hakikat negara yang dibangun oleh Hegel membuahkan pandangan
kritis dari para filsuf di zamannya, Karl Marx salah seorang pengkritik konsep
negara Hegel berasumsi bahwa konsepsi negara yang dibangun oleh Hegel tidak
sesuai dengan kenyataan objektif dalam sejarah perkembangan masyarakat dunia.
Dan secara eksplisit akan menghilangkan tentang analisa kontradiksi objektif yang terjadi dalam tatanan
masyarakat.
Konsepsi
negara yang dibangun oleh Hegel sebagai ide tentang ruh didalam perwujudan
lahir kehendak manusia dari kebebasannya, dimana negara adalah paham kesusilaan
(moral) atau gambaran dan kenyataan akal, atau ‘ kerajaan Tuhan di dunia,
dimana hakikat dan keadilan yang abadi
dilaksanakan ‘. Jika kita telaah pandangan Hegel tentang konsepsi negara
maka dapat kita simpulkan bahwa Hegel mengasumsikan negara sebagai bentuk
pelembagaan dari Kerajaan Tuhan di dunia, sehingga posisi negara bagi Hegel
adalah absolut, karena negara merupakan manifestasi keberadaan Tuhan di dunia
dan raja sebagai pemimpin negara kala itu secara tersirat dapat kita simpulkan
sebagai titisan Tuhan dimuka bumi.
Hegel
memposisikan negara sebagi ide objektif diatas masyarakat yang bagi Hegel
adalah subjektif, objektifitas negara bagi Hegel inilah yang memberikan
kekuasaan penuh bagi negara untuk dapat menjalankan perannya dalam masyarakat,
karena Hegel berasumsi bahwa negara lah yang secara eksplisit mengetahui
permasalahan-permasalahan subjektif yang terjadi dalam masyarakat dan hanya
negara lah yang kemudian mampu menyelesaikannya.
Jika
kita tinjau dari sudut pandang Marx, tentang asumsi Hegel yang mengatakan
negara sebagai perwujudan ide absolut di dunia. Dari sudut pandang Marx, Hegel
tidak menganalisa pada kontradiksi material didalam kelas-kelas sosial
masyarakat, yang terjadi dalam sejarah sehingga memunculkan sebuah negara,
analisa Hegel dalam merumuskan konsepsi negara terlalu kental dipengaruhi oleh
pandangan idealismenya tentang keberadaan Ruh Absolut dalam sejarah
perkembangan masyarakat dunia. Marx pun menganggap bahwa Hegel terbalik dalam
memposisikan negara dan masyarakat. Bagi Marx bukan negara yang memegang posisi
objektif dan masyarakat sebagai subjektif, namun sebaliknya bahwa masyarakatlah
yang harusnya berada dalam posisi objektif dan negara sebagi posisi subjektif.
Hal ini didasarkan pada basis material yang ada di dalam masyarakat sebagi
faktor penentu kemudian munculnya sebuah negara.
Bersandar
pada kritik Marx terhadap konsepsi negara yang telah dirumuskan Hegel, maka
Marx kemudian membangun konsepsi negara dengan menganalisa perkembangan sejarah
masyarakat dunia. Dengan sandaran analisa materialisme historis, Marx kemudian
merumuskan konsepsi negara sebagai manifestasi dari tidak terdamaikannya
antagonisme kelas-kelas sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam analisa
materialisme sejarah yang akhirnya membuahkan sebuah konsepsi tentang negara,
Marx menjabarkan bahwa sejarah dari semua masyarakat yang ada hingga saat ini
adalah sejarah perjuangan kelas. Pertentangan kelas masa lalu dimana yang
saling bertentangan adalah orang-merdeka dan budak, tuan bangsawan dan hamba,
tukang-ahli dan tukang pembantu, pendek kata penindas dan yang tertindas.
Bagi
Marx dalam penulisan sebuah sejarah masyarakat dunia, hingga pada kemunculan
negara pada tiap fasenya, maka haruslah difokuskan pada masyarakat yang
mengalami perkembangan sejarah tersebut. Hal ini terlihat pada pandangannya
dalam menganalisa sejarah yang termuat dalam The German Ideology ;
“Pendapat yang
pertama dari semua sejarah manusia adalah, tentu saja, keberadaan manusia (
masyarakat ). Dengan begitu fakta yang pertama untuk dibentuk adalah organisasi
fisik dari individu dan hubungan yang sebagai akibat mereka kepada alam. Tentu
saja, kita tidak bisa di sini pergi yang manapun ke dalam alam fisik orang yang
nyata, atau ke dalam kondisi-kondisi yang alami di mana orang menemukan dirinya
berhubungan dengan geologi,
hydrographical, climatic dan seterusnya. Penulisan sejarah harus selalu memperkenalkan
dari basis yang alami ini dan modifikasi mereka selama sejarah
melalui/sampai tindakan orang”
Dengan
konfrehensip penjabaran sejarah masyarakat dunia dipertegas oleh Marx dan
Friedrich Engels, yang dapat kita lihat dalam kutipan Manifesto of the Communist Party ( Manifesto Partai Komunis ) :
“…Sejarah
dari semua masyarakat yang ada hingga saat ini adalah sejarah perjuangan kelas.
Pertentangan kelas masa lalu dimana yang saling bertentangan adalah
orang-merdeka dan budak, patrisir dan
plebejer, tuan bangsawan dan hamba,
tukang-ahli dan tukang pembantu, pendek kata penindas dan yang tertindas.
Dua kelas sosial tersebut senantiasa ada dalam pertentangan satu dengan
yang lain, melakukan perjuangan yang tiada putus-putusnya, kadang-kadang dengan
tersembunyi, kadang-kadang dengan terang-terangan, suatu perjuangan yang setiap
kali berakhir dengan penyusunan kembali masyarakat umumnya atau dengan
sama-sama hancurnya kelas-kelas yang saling bertentangan. Pada zaman permulaan
sejarah mana pun, hampir di ditemui suatu susunan rumit dari masyarakat yang
terbagi menjadi berbagai golongan, menjadi banyak tingkatan kedudukan sosial …”
Bersandar
dari kutipan diatas maka dapat kita lihat gambaran singkat tentang asal mula
negara menurut persfektip Marx, sehingga dapat kita jabarkan bangunan konsepsi negara menurut pandangan
materialisme Marx. Marx berasumsi bahwa sejarah masyarakat ditandai oleh
tahapan-tahapan atau cara-cara produksi yang progresif. Secara umum, kemunculan
dan perkembangan negara dapat kita lihat pada cara produksi yang ada, yaitu ;
fase komunal primitif, fase perbudakan kuno, fase feodalisme, fase kapitalisme,
dan fase sosialisme / komunisme. Asumsi
diatas mendapat dukungan teoritis dalam kutipan buku Pandangan Hidup karangan
Tan Malaka, dimana Marx merumuskan konsepsi negara dengan kalimatnya yang
terkenal
“The state is the product and the manifestation of the irreconcilability
of class antagonism” (negara itu adalah hasil dan pernyataan perjuangan
kelas yang tidak bisa didamaikan).
Pada
posisi ini Marx mengasumsikan negara sebagai sebuah produk dari masyarakat yang
didalamnya terdapat kelas-kelas sosial, yang dalam perkembangannya selalu
mengalami kontradiksi yang tajam, yakni antara kelas yang menghisap dan kelas
yang dihisap (pemilik dan yang tidak bermilik alat produksi). Dalam buku karangan Franz
Magnis–Suseno ; Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan
Revisionisme, Marx mengatakan, yang menentukan perkembangan masyarakat bukan kesadaran
dan bukan apa yang dipikirkan masyarakat tentang dirinya sendiri, melainkan
keadaan masyarakat yang nyata. Marx bertolak dari manusia yang nyata dan aktif
dan dari proses hidup nyata merekalah perkembangan refleks-refleks serta
gema-gema ideologis proses hidup ini dijelaskan. Argumentasi Marx ini merupakan
turunan dari inti filsafat materialisme dialektika dan materialisme historis.
Dalam
buku Karl Marx Revolusi dan Sosialisme, karangan Ken Budha Kusumandaru, Marx
mengatakan, negara bukanlah suatu gagasan, negara adalah suatau kenyataan yang
terwujud dalam segala peralatan ; peralatan represif bagi negara penindas dan
peralatan demokratis bagi negara kelas pekerja. Bagi Marx, berbicara tentang
negara adalah sama halnya dengan berbicara tentang aparatus negara dan
kekuasaan politik yang berdiri dibelakangnya. Marx menambahkan bahwa hakikat
negara sesungguhnya adalah alat pemaksa yang digunakan oleh kelas yang sedang
berkuasa untuk memadamkan segala kemungkinan perlawanan dari kelas yang sedang
dihisap secara ekonomi.
Marx
melihat dalam produksi sosial dalam kehidupan masyarakat, dimana manusia
mengadakan hubungan-hubungan tertentu yang merupakan keharusan dan yang tidak
tergantung pada kehendak mereka (hubungan-hubungan produksi), yang bersesuaian
dengan suatu tahapan tertentu dari perkembangan tenaga-tenaga produktif
material dalam masyarakat. Jumlah total hubungan–hubungan produksi ini
merupakan struktur ekonomi masyarakat, dasar sesungguhnya yang diatasnya
terbangun suatu superstruktur (bangunan
atas) legal dan politikal.
Secara
eksplisit asumsi Marx diatas dapat kita jabarkan melalui fase perkembangan
masyarakat dunia, yakni fase komunal primitif, fase perbudakan, fase feodalisme
dan fase sosialis / komunis, dimana dapat kita lihat secara tegas awal mula
kemunculan negara.
Pada
fase komunal primitif kita tidak dapat menemukan negara, karena pada komunal
primitif adalah tahap masyarakat dengan kekuatan produksi yang belum
berkembang, kerja dari semua anggota masyarakat digunakan untuk produksi
kebutuhan-kebutuhan yang paling dasar dan reproduksi kehidupan manusia. Dalam
fase masyarakat primitif kita tidak akan menemukan kelas dalam tatanan
masyarakatnya, sehingga tidak ada eksploitasi, maka semua orang terlibat dalam
perjuangan melawan alam untuk bertahan hidup.
Evolusi
bentuk masyarakat dari fase komunal primitif menuju fase perbudakan ditandai
dengan berkembangnya kekuatan produksi, dan adanya produksi surplus(lebih dari
sekadar memenuhi kebutuhan yang paling dasar) maka muncul bentuk paling awal
dari masyarakat kelas. Perbudakan kuno(Yunani dan Romawi)
adalah awal bagi pemilikan pribadi atas tanah dan budak. Perbaikan kekuatan
produksi muncul pada dasarnya melalui penggunaan besi dalam membuat alat dan
senjata. Kelas penguasa pemilik budak juga bersifat ekspansif dan merupakan
suatu kelas yang membangun kerajaan-kerajaan besar. Negara pertama kali
berkembang dalam masyarakat budak, untuk melindungi “hak” warga (pria yang
memiliki sesuatu) khususnya pemilik budak.
Pada
fase perbudakan, pertentangan kelas dalam masyarakat adalah antara budak dan
tuan budak. Tuan budak berkepentingan mempertahankan kepemilikan atau
kekuasaannya atas budak-budak. Untuk tujuan itu maka dibuatlah peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan
guna membenarkan kekuasaannya atas budak-budak. Bila ada budak yang berani
melanggar peraturan yang dibuat tuan-tuan budak tersebut, maka polisi dan
tentara akan diperintahkannya untuk menangkap. Budak-budak yang tertangkap jika
tidak dibunuh, maka akan dimasukkan ke dalam penjara. Maka dapat disimpulkan
bahwa peraturan-peraturan ( UU ), polisi, tentara dan penjara merupakan
alat-alat istimewa bagi negara. Di zaman pemilikan budak (fase Perbudakan) ,
negaranya adalah negara perbudakan.
Di
masa feodalisme ekonomi didasarkan pada pertanian, dua kelas utama pada masa
ini adalah tuan tanah (feodal), yang memiliki wilayah tanah dan ternak yang
luas serta mengontrol kehidupan hamba-hambanya. Hamba yang bekerja menggarap
tanah, memiliki alat-alat dan menghasilkan barang untuk konsumsi dan untuk
diserahkan sebagai persembahan (hasil pertanian) untuk tuan-tuan mereka, selama
masa tertentu dalam era feodal ini, tidak ditemukan perkembangan dalam ilmu dan
teknologi.
Namun
bagian akhir dari periode ini menyaksikan kemajuan-kemajuan besar dalam
kekuatan produksi, yakni kemajuan-kemajuan dalam metode pertanian dan ternak,
demikian pula pemanfaatan tenaga air dan angin, penciptaan alat bajak modern,
mesin pemintal , mesin cetak pers dan lain-lain. Pada saat ini kekuasaan
politik dibawah feodalisme terpecah-belah, sistem monarki, yang secara resmi
memimpin negara tidak punya lagi sumber-sumber untuk memperluas kekuasaannya
dan tuan tanah feodal yang tercerai-berai itu menguasai tanah milik dan para
bangsawan.
Dalam
konteks ini, gereja Katolik adalah pemilik tanah paling luas dan pemegang
kekuasaan politik dan legal paling terpusat, serta pejuang ideologi dominan
paling terkemuka. Raja dan tuan tanah feodal, dalam kerjasamanya dengan gereja
Katolik, melaksanakan kontrol menyeluruh atas ekonomi, politik, sosial dan
agama terhadap para hamba. Secara singkat bahwa pada fase masyarakat feodalisme
ini, negara adalah milik tuan-tuan tanah dan bangsawan. Negara berfungsi
sebagai alat untuk mempertahankan kepentingan raja-raja dan kaum bangsawan atas
kaum petani atau hamba sahaya.
Runtuhnya
feodalisme dan bangkitnya kapitalisme terjadi lebih dari satu abad (dari
sekitar abad 14 sampai abad 17). Berkembangnya perdagangan dan kelas pedagang,
tumbuhnya kota-kota serta kegiatan manufaktur, membuat makin kokohnya
pembentukan borjuis. Perjuangan kelas antara borjuis yang sedang bangkit dan
bangsawan feodal/gereja Katolik merupakan tantangan utama yang mendorong
keruntuhan feodalisme. Setelah kemenangan borjuasi tidak ada lagi persoalan
mengenai sisi baik atau sisi buruk feodalisme, borjuasi telah mengambil alih
pemilikan atas tenaga-tenaga prodiktif yang telah dikembangkan dibawah
feodalisme. Semua bentuk perekonomian lama, hubunga-hubungan sipil yang
bersesuaian dengannya dan negara politik adalah ungkapan resmi dari masyarakat
madani lama yang telah dihancurkan. Pada
tahap sejarah ini, kelas borjuis merupakan kelas yang progresif, dalam hal
kepentingan kelasnya yang sejalan dengan perkembangan kekuatan produktif dan
ilmu pengetahuan, demikian pula lembaga-lembaga budaya dan politik masyarakat.
Dalam
cara produksi kapitalis, masyarakat secara keseluruhan terbagi kedalam dua kubu
besar yang saling bermusuhan, dua kelas besar yang secara langsung berhadapan
satu sama lain, yakni kelas borjuis dan kelas proletariat. Di bawah
kapitalisme, borjuis memiliki semua alat produksi dan karenanya mampu menarik
keuntungan serta mengakumulasi kekayaan dengan cara menghisap kerja
proletariat, kelas pekerja yang tidak punya pilihan lain selain menjual
tenaganya kepada para pemilik modal agar
dapat bertahan hidup.
Kelas
borjuis, serta perkembangan kapitalisme mengalami kemajuan luar biasa dalam
kekuatan produksi masyarakat. Revolusi industri selama abad-abad 17 dan 18 di
Eropa Barat merefleksikan perkembangan kapitalisme tersebut, dengan
ditemukannya tenaga uap, pabrik berskala luas dan kemajuan pesat dalam ilmu
pengetahuan dan industri. Pembagian mesin – mesin yang berkembang pada masa
revolusi industri terdiri atas mekanisasi motor, mekanisasi transmisi dan alat
atau mesin kerja.
Kekuasaan
politik feodal yang terdesentralisasi diganti oleh bentuk kekuasaan negara
nasional yang terpusat semasa periode revolusi borjuis pada abad 18 dan 19.
Ideologi borjuis, yang menekankan “kebebasan berusaha” juga telah mengembangkan
cita-cita kemerdekaan dan demokrasi, meskipun dalam prakteknya, kemampuan untuk
bisa melaksanakan “hak-hak” tersebut sepenuhnya tergantung posisi kelas
seseorang dalam masyarakat kapitalis. Pada fase masyarakat kapitalisme ini, negara adalah milik para
kaum pemilik modal. Tujuannya untuk mempertahankan kepentingan burjuasi atau
kaum kapitalis dalam mengeksploitasi kaum buruh, tani dan rakyat pekerja
lainnya.
Pada
fase selanjutnya adalah tatanan masyarakat sosialis, pada fase ini negara
adalah milik kaum proletar yang
bersekutu dengan kaum tani. Tujuannya untuk mempertahankan kepentingan
proletariat dan kaum tani. Burjuasi
tidak diberi kesempatan lagi untuk menindas atau mengeksploitasi kaum buruh dan
tani, masyarakat sosialis adalah masa transisi dari sistem kapitalis ke
komunis, dimana dalam Manifesto Partai Komunis Marx dan Engels mengasumsikan
bahwa fase komunisme secara singkat sebagai penghapusan kepemilikan pribadi.
Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
ReplyDeleteKaos Dakwah Terbaru
Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
Mungkin Kau Sering Lupa Kebaikan Istrimu