internasional

nasional

cerita

» » Apa itu Imperialisme dan Bagaimana Melawannya? ( Bagian Keempat )


Ekspor kapital
Ketika persaingan bebas masih merupakan fitur dominan kapitalisme, ekspor komoditas adalah fitur utama kapitalisme. Marx menulis: “Kebutuhan untuk terus memperluas pasar untuk produk-produknya mendorong kaum borjuasi menyebar ke seluruh permukaan bumi. Ia harus bersarang dimana-mana, bertempat di mana-mana, mengadakan hubungan-hubungan di mana-mana.”
Periode awal kapitalisme adalah kapitalisme merkantilisme (komersial), yang mengakumulasi kapital lewat perdagangan. Perdagangan antar negara-negara Eropa menghasilkan profit yang besar bagi para kapitalis. Tetapi hubungan perdagangan ini tidak hanya antar negara-negara Eropa, tetapi juga meluas ke koloni-koloni. VOC adalah perusahaan saham-gabungan kapitalis pertama di dunia yang tujuannya adalah pergi ke Hindia Timur untuk melakukan perdagangan. Dengan dominasi militer, VOC membeli dengan harga sangat murah -- atau yang lebih tepatnya disebut sebagai perampokan -- hasil-hasil perkebunan dan pertanian kaun tani Jawa. Perusahaan kapitalis VOC menggunakan sistem produksi feodal di Jawa, dimana kaum hamba adalah budak para raja Jawa, untuk meraup nilai-lebih. Tidak hanya VOC dari Belanda, tetapi hampir semua negara penjajah besar saat itu melakukan hal yang sama: Spanyol, Inggris, Portugal, Amerika Serikat, Prancis. Kapitalisme awal meraup nilai-lebih yang besar dengan menggunakan mode produksi feodal dan perbudakan yang ada di negara-negara koloni. Bahkan AS mengimpor budak negro dan melakukan perbudakan di tanahnya sendiri sejak abad ke-16, dan hanya dihapus pada 1860an.

Nilai-lebih atau kapital yang diperoleh lewat kebijakan merkantilisme menjadi dasar bagi perkembangan kapitalisme selanjutnya, yakni kapitalisme industri yang berdasarkan manufaktur di pabrik-pabrik besar. Revolusi Industri dari 1750-1850 menempatkan kaum kapitalis industrialis sebagai pemain utama dalam kapitalisme. Revolusi industri ini memberikan dorongan besar pada perkembangan tenaga produksi, yang pada gilirannya berarti semakin cepat dan semakin besar nilai-lebih atau kapital yang diraup oleh kapitalis. Seperti yang telah kita jabarkan di atas, terjadilah proses konsentrasi produksi dan kapital dimana tahapan selanjutnya yang dimasuki kapitalisme adalah tahapan monopoli dan kapital finans.
Kapital yang diakumulasi oleh monopoli-monopoli raksasa tidak bisa lagi membawa keuntungan besar bila diinvestasikan di negaranya masing-masing, karena sudah terjadi over-saturasi kapital atau banjir kapital. Untuk bisa terus meraup profit, maka dilakukanlah ekspor kapital ke seluruh penjuru dunia, tidak hanya dari negara-negara kapitalis maju ke negara-negara terbelakang tetapi juga antar negara-negara kapitalis maju. Ekspor kapital ini dilakukan dengan banyak cara: investasi, membeli saham, pemberian kredit, surat obligasi, dan berbagai operasi finansial lainnya.
Ekspor kapital menjadi fitur dominan di tahapan tertinggi kapitalisme. Kapital diekspor ke negara-negara yang miskin kapital -- atau sektor industri di sebuah negara yang miskin kapital -- untuk membangun infrastruktur (rel, jalan raya, pelabuhan, sekolah), pabrik, tambang, perkebunan, dll. dengan tujuan meningkatkan nilai-lebih yang dapat diraup. Ekspor kapital ke negara-negara terbelakang biasanya memberikan profit yang lebih tinggi karena mereka miskin kapital, harga tanah murah, upah buruh murah, sumber daya alam murah. Inilah bagaimana kapitalisme dicangkokkan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 di negara-negara koloni. Tidak seperti kaum borjuasi Eropa yang bangkit sendiri dan menumbangkan sistem sosial dan ekonomi feodal, kaum borjuasi negara-negara koloni lahir dari kapital asing. Mereka lahir terlambat dan secara artifisial, dan menjadi tergantung pada modal asing. Ini menentukan karakter mereka dan dengan itu karakter revolusi di negara-negara koloni, bahkan sampai hari ini.
Dengan menyebarkan kapital, kapitalis menyebar kontradiksi kapitalisme ke setiap sudut dunia dan mengikat seluruh dunia ke dalam sistem kapitalisme, dimana hari ini krisis di satu negara dengan mudah menyebar ke seluruh dunia. Inilah watak krisis finansial 2008 baru-baru ini, yang masih terus berlanjut dengan “contagion” yang terus menyebar. Bayangkan, krisis di Yunani, sebuah negara kecil yang jumlah penduduknya hanya 11 juta, kurang lebih sebesar Jakarta, dapat menyeret seluruh perekonomian dunia. Selama 2 tahun belakangan ini, perhatian semua negara terpaku pada Yunani. Mengapa? Karena kapital negara-negara besar seperti Jerman, Inggris, Prancis, dan Amerika ada di Yunani. Jatuhnya Yunani akan berimbas pada negara-negara pengekspor kapital ini dan lalu tentunya menyebar ke seluruh dunia. Yunani sekarang sudah ada di ruang gawat darurat, dan di ruang tunggu kita temui Italia dan Spanyol, dua negara yang jauh lebih besar daripada Yunani.
Ekspor kapital juga harus dilihat dalam koneksinya dengan kapitalisme monopoli yang sudah berkembang, yang tujuan utamanya adalah dominasi absolut. Dengan ekspor kapital yang berupa pinjaman kredit, negara penerima kredit biasanya harus menyetujui sejumlah syarat yang menguntungkan pemberi kredit, seperti akses ke sumber daya alam, konsesi-konsesi pembangunan jalur transportasi dan komunikasi, penghapusan tarif bea masuk, dan berbagai kebijakan lainnya yang tujuannya adalah memperkuat dominasi monopoli. Ekspor kapital juga menciptakan pasar bagi negara pengekspor kapital, karena negara penerima kapital akan menggunakan kapital ini untuk membeli jasa dan barang dari negara pengekspor kapital.
Pembagi-bagian dunia oleh monopoli dan negara-negara kapitalis maju
Monopoli, kartel, konglomerasi, dan kapital finans pertama-tama membagi-bagi pasar nasional di antara mereka. Tetapi seperti yang telah kita jelaskan, kapitalisme harus terus menyeruak, “bersarang dimana-mana”. Setelah selesai membagi-bagi pasar nasional, kapitalis-kapitalis raksasa dari berbagai negara besar lalu membagi-bagi pasar dunia di antara mereka. Pembagian ini, pada analisa terakhir, tergantung dari kekuatan kapital dari perusahaan-perusahaan monopoli tersebut.
Tiap-tiap negara, demi kepentingan kapitalis finans nasional mereka sendiri, bersaing memperebutkan koloni-koloni, yang merupakan pasar untuk produk mereka, daerah tujuan ekspor kapital mereka, dan sumber bahan mentah. Ekspansi koloni dan perseteruan ini mencapai puncaknya pada Perang Dunia I (1914-18) yang berlanjut ke Perang Dunia II (1938-1945). Perang-perang ini bukanlah perang untuk demokrasi seperti yang tertulis di buku-buku sejarah, tetapi perang imperialis untuk membagi-bagi dunia di antara kekuatan-kekuatan kapitalis besar.
Prajurit Perang Dunia II berdoa memohon keselamatan Pada masa-masa damai, negara-negara kapitalis besar dengan monopoli-monopoli mereka mencapai persetujuan di antara mereka bagaimana membagi-bagi pasar dunia. Tetapi persetujuan ini hanyalah genjatan senjata sementara. Dengan perubahan relasi kekuatan, terjadi pembagian ulang pasar dunia di antara negara-negara besar ini. Pembagian ulang ini bisa terjadi dengan lambat atau bisa terjadi dengan cepat, secara tertutup atau secara terbuka, dengan proses yang relatif “damai” atau dengan proses yang penuh kekerasan dan darah. Dari lembar-lembar sejarah kita bisa saksikan pembagian-pembagian ulang ini. Sampai akhir abad ke-19, kapitalis Inggris dan Prancis mendominasi pasar dunia. Namun, pada permulaan abad ke-20, muncullah pemain-pemain baru, yakni AS, Jerman, dan Jepang, yang mulai menggeser kedudukan Inggris. Pemain-pemain baru ini menginginkan bagian pasar mereka, dan berkobarlah dua Perang Dunia. Perang Dunia ini mengubah tatanan ekonomi dan politik dunia, atau lebih tepatnya mengubah pembagian pasar dunia, dimana AS akhirnya keluar sebagai pemenang utama. Di pihak lain Uni Soviet juga keluar sebagai pemenang Perang Dunia Kedua. Akan tetapi karena Uni Soviet serta negara-negara satelitnya bukan bagian dari kapitalisme dunia, kita tidak akan berbicara mengenainya. Namun harus dicatat, ini bukan berarti perkembangan di Uni Soviet dan negara-negara “komunis” lainnya terpisah atau terisolasi dari perkembangan kapitalisme dunia. Justru pada analisa terakhir, nasib mereka tergantung pada perkembangan kapitalisme dunia dan ini sudah dibuktikan oleh sejarah. Karya ini bukan tempatnya untuk berbicara mengenai Uni Soviet. Ini akan dibicarakan di kesempatan yang lain.
Setelah lebih dari setengah abad dominasi absolut AS, hari ini kita lihat China mulai muncul sebagai kekuatan kapitalis baru. Ia baru saja menggeser Jepang sebagai ekonomi terbesar kedua dunia, dan dalam 10 tahun diramalkan akan menjadi ekonomi terbesar nomor satu. China bukan lagi hanya daerah tujuan investasi dan sumber buruh murah, tetapi telah melakukan ekspor kapital besar-besaran ke Afrika, Timur Tengah, Asia Tenggara, Australia, dan bahkan Eropa dan AS. Melihat ini, kapitalis Barat dan politisi-politisi mereka mengeluh mengenai China yang katanya bermain kotor dalam permainan perdagangan, dengan subsidi besar untuk perusahaan-perusahaan China, kebijakan dumping (banting harga untuk menghancurkan saingannya), kebijakan-kebijakan yang lebih menguntungkan perusahaan nasional ketimbang asing, secara artifisial mengontrol nilai mata uang Yuan, dan lain sebagainya. Kapitalis-kapitalis Barat ini lupa kalau mereka menjadi monopoli-monopoli dunia raksasa hari ini karena dulu pemerintahan mereka juga mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang sama. Kemunafikan mereka hanya menutupi ketidakmampuan mereka untuk mempertahankan posisi superior mereka di dunia. Pembagian ulang pasar dunia sedang terjadi di depan mata kita.
Selain pasar dunia untuk ekspor kapital dan produk, yang terus diincar oleh para monopoli adalah kontrol terhadap bahan-bahan mentah: minyak, gas, tambang, dll. Untuk menjaga dominasi absolut terhadap seluruh industri, dari hulu hingga hilir, maka monopoli harus menguasai suplai-suplai bahan mentah. Dengan menguasai suplai bahan mentah, sebuah monopoli dapat mengontrol distribusi dan harga bahan mentah tersebut dan mendominasi industri-industri hilir yang membutuhkannya. China, misalnya, menguasai mayoritas tambang mineral-mineral langka yang dibutuhkan untuk industri panel surya. 95% suplai mineral-mineral langka datang dari China. Untuk mengalahkan kompetitor-kompetitor industri panel surya dari AS dan Eropa, China membatasi ekspor mineral-mineral langka tersebut. Pada saat yang sama, China juga melakukan dumping panel-panel surya di bawah harga pasar untuk menghancurkan kompetitornya. Dalam waktu 10 tahun, China yang sebelumnya sama sekali tidak memproduksi panel surya hari ini memproduksi 50% panel surya di dunia. Jadi, kebijakan untuk mendominasi, secara ekonomi dan politik, daerah-daerah yang kaya sumber daya alamnya datang dari kenyataan bahwa kapitalisme hari ini telah memasuki epos monopoli.
Monopoli tidak hanya tertarik pada wilayah-wilayah yang sudah diketahui ada sumber daya alamnya, tetapi juga pada wilayah-wilayah yang berpotensi punya sumber daya alam. Karena perkembangan teknologi yang begitu pesat, sepetak tanah yang hari ini mungkin tampak tidak punya nilai esok hari dapat memberi profit milyaran rupiah. Inilah mengapa setiap sudut dunia diperebutkan dengan begitu gigih.
Konsentrasi kapital dan produksi yang akhirnya menyebabkan banjir kapital di negara asal juga mengharuskan monopoli-monopoli untuk melakukan ekspor kapital ke negara-negara miskin kapital, dan dengannya mendominasi negara-negara tersebut. Dunia dibagi-bagi untuk tujuan ekspor kapital. Seperti yang dijelaskan Lenin:
“Kaum kapitalis membagi-bagi dunia, bukan karena nafsu jahat mereka, tetapi karena konsentrasi [kapital dan produksi] telah mencapai tingkatan yang sedemikian rupa sehingga memaksa mereka untuk mengadopsi metode ini guna mendapatkan laba. Dan mereka membagi-baginya ‘sesuai dengan besarnya kapital’, ‘sesuai dengan besarnya kekuatan’, karena di bawah produksi komoditas dan kapitalisme tidak ada cara lain untuk membagi-bagi dunia.” (Lenin, Imperialisme: Tahapan Tertinggi Kapitalisme)
Dan lagi:
“Kepentingan-kepentingan untuk mengekspor kapital juga memberikan sebuah dorongan untuk menaklukkan koloni-koloni, karena di pasar negeri koloni metode-metode monopoli lebih mudah digunakan (dan kadang-kadang inilah satu-satunya metode yang bisa digunakan) untuk mengeliminasi kompetisi, menjaga suplai, mengamankan ‘koneksi-koneksi’ yang dibutuhkan, dsbnya. Superstruktur non-ekonomik yang tumbuh di atas basis kapital finans, politiknya dan ideologinya, mendorong keinginan untuk penaklukan koloni. ‘Finans kapital tidak menginginkan kebebasan, ia menginginkan dominasi,” seperti yang dikatakan dengan sangat tepat oleh Hilferding.” (Lenin, Imperialisme: Tahapan Tertinggi Kapitalisme)

About Dodoy Kudeter

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply