Indonesia, seperti banyak negara-negara
Dunia Ketiga lainnya, berada di bawah dominasi kapital asing lewat
investasi-investasi mereka dan perangkat-perangkat internasional seperti IMF,
Bank Dunia, Asian Bank Development, dan banyak lainnya. Selama ratusan tahun,
sejak jaman penjajahan Belanda sampai hari ini, kekayaan alam kita diborong ke
luar untuk memperkaya kapitalis-kapitalis asing. Buruh kita diperas keringatnya
lewat politik upah murah untuk memproduksi produk-produk merek luar negeri.
Pemerintahan kita lemah di hadapan negara-negara besar. Hutang luar negeri yang
begitu besar membuat bangsa kita bergantung pada belas kasihan IMF dan Bank
Dunia. Inilah potret kenyataan Indonesia di dalam percaturan politik dan
ekonomi dunia.
Namun, potret ini hanyalah satu
gambaran permukaan saja, dan ini tidak lengkap. Bila kita bersandar hanya pada
gambaran di atas tanpa memahami perkembangan imperialisme, maka kita akan
terjebak pada sentimen anti-imperialisme yang vulgar yang bukannya membawa kita
lebih dekat pada pembebasan nasional yang sesungguhnya tetapi justru menjadi
halangan terbesar bagi perjuangan anti-imperialisme. Sayangnya, sejarah
perjuangan kita penuh dengan kegagalan dalam memahami karakter imperialisme
yang sesungguhnya.
Dengan dalih bahwa Indonesia
didominasi oleh kapital asing, maka kesimpulan yang diambil oleh sejumlah kaum
Kiri adalah bahwa imperialisme oleh karenanya adalah musuh utama rakyat hari
ini. Pembebasan nasional menjadi agenda utama dan perjuangan kelas menjadi
sekunder dan dikesampingkan. Elemen-elemen nasionalis – darimanapun ia datang,
apa dari kapitalis nasional atau bahkan militer – harus dirangkul dan dijadikan
sekutu dalam sebuah front nasional. Kebijakan yang diadopsi adalah kolaborasi
kelas atas nama melawan modal asing, dimana perjuangan kelas buruh dan tani
dilumpuhkan demi front nasional dengan kapitalis nasional. Yang lebih parah
adalah ketika para Kiri ini menggunakan nama Marx, Engels, dan Lenin untuk
membenarkan taktik front nasional yang oportunis ini. Inilah mengapa kita harus
kembali lagi ke dasar-dasar Marxisme untuk memahami apa itu imperialisme
sesungguhnya.
Karya ini bermaksud memberikan
gambaran yang lengkap mengenai imperialisme. Dimulai dari memahami kapitalisme
dan perkembangannya secara historis, kita akan dapat memahami bagaimana imperialisme
lahir. Kita akan dapat memahami bagaimana, seperti kata Lenin, imperialisme itu
adalah tahapan tertinggi kapitalisme.
Kelahiran Kapitalisme
Lenin dengan ringkas menjelaskan
bahwa imperialisme adalah tahapan tertinggi kapitalisme. Yang dimaksud dengan
Lenin adalah bahwa imperialisme itu adalah kapitalisme pada periode hari ini.
Dari sini saja sudah jelas kalau perjuangan melawan imperialisme tidak bisa
dipisahkan dari perjuangan melawan kapitalisme.
Untuk memahami imperialisme, yang
merupakan tahapan tertinggi kapitalisme, maka kita harus memahami kapitalisme
pada tahapan terendahnya, atau kapitalisme pada kelahirannya. Seperti halnya
kita ingin memahami secara penuh seorang yang sudah dewasa, kita juga harus
memahami masa mudanya – bahkan dari kelahirannya. Kita ingin tahu siapa orang
tua dia, dimana dia dilahirkan dan kapan, bagaimana cara dia dibesarkan, masa
remajanya seperti apa, dsbnya. Inilah mengapa tidak ada buku biografi yang
hanya merekam hidup seorang saat dia sudah dewasa.
Kapitalisme lahir ketika sistem
feodalisme sudah menjadi hambatan bagi perkembangan kekuatan produksi manusia.
Feodalisme dengan mode produksi yang berbasiskan tanah perlahan-lahan kalah
bersaing dengan mode produksi manufaktur yang berbasiskan pabrik, yang jauh
lebih produktif. Kekuatan baru lahir dari dalam masyarakat feodal, yakni
kelas-kelas pedagang dan kapitalis. Merekalah yang akhirnya menumbangkan
tatanan masyarakat feodal yang mencekik mereka karena tatanan masyarakat feodal
yang tidak demokratis dan konservatif adalah halangan bagi perkembangan
kapitalisme yang membutuhkan kebebasan dalam semua aspek kehidupan: politik,
ekonomi, sosial, dan sains.
Kemajuan sains sangatlah penting
bagi perkembangan teknologi yang dibutuhkan oleh mode produksi manufaktur yang
menggunakan mesin-mesin. Di bawah feodalisme, ilmu alam dan sains dicekik
karena monarki dan Gereja -- yang merupakan kekuatan politik besar -- merasa
terancam kedudukannya. Sains mengajarkan hukum logika, yang tidak bisa tidak
menyerang doktrin Gereja bahwa ada makhluk gaib di atas sana yang memberikan
kekuasaan absolut kepada satu dua orang. Inilah mengapa dalam sejarah revolusi
borjuis demokratik – yakni revolusi kapitalis – kita temui semua ilmuwan dan
pakar sains ada di sisi revolusi.
Fitur utama kapitalisme adalah
persaingan bebas antar kapitalis. Hanya dengan terus berkompetisi, para
kapitalis bisa mengembangkan teknologi. Mereka yang tidak terus berinovasi akan
kalah. Inilah mengapa kapitalisme jauh lebih progresif daripada feodalisme,
karena ia terus tumbuh. Sistem pemerintahan feodal adalah sistem yang
berdasarkan kesewang-wenangan absolut. Posisi seseorang ditentukan oleh
keturunan (dari keluarga bangsawan mana dia datang) dan bukan oleh kesuksesan
pribadinya. Tidak ada kepastian hukum akan hak-hak dasar seorang penduduk.
Tidak ada demokrasi. Tidak ada perlindungan hukum. Ini semua tidak kondusif
bagi kapitalisme, sehingga dibutuhkan sebuah negara republik yang demokratis.
Selain itu kapitalisme membutuhkan
sebuah pasar nasional dengan undang-undang perdagangan yang sama. Di bawah
feodalisme, tiap-tiap kota dan daerah punya aturan tersendiri dan pajak
tersendiri, sehingga ini menyulitkan kaum pedagang. Ada raja-raja kecil di
tiap-tiap kota yang menjadi parasit, yang bertindak sewenang-wenang.
Kapitalisme yang bersifat ekspansif dan dinamis tidak bisa terkekang oleh
kerangka feodal yang kaku. Pembentukan negara bangsa oleh karenanya juga
menjadi tugas utama dari revolusi borjuis demokratik, demi terbentuknya pasar
nasional. Negara bangsa adalah sebuah fenomena baru di dalam sejarah manusia.
Di jaman feodalisme, rakyat mengabdi bukan pada bangsa tetapi kepada bangsawan,
kota, dan daerah.
Pembebasan kaum tani – atau reforma
agraria – juga menjadi tugas penting bagi lahirnya kapitalisme. Ini bukan
karena kaum kapitalis peduli pada nasib kaum tani, tetapi didikte oleh logika
kapitalisme itu sendiri. Kapitalisme, yang sistem produksinya berbasis pabrik,
membutuhkan tenaga kerja – atau buruh – yang bebas bergerak. Sementara di bawah
feodalisme, kaum tani terikat pada tanah dan tuan bangsawan mereka. Kaum tani
atau hamba tidak boleh meninggalkan tanah mereka. Oleh karenanya kaum tani
harus dibebaskan dari ikatan feodal mereka mereka supaya mereka dapat pindah ke
kota-kota dan menjadi tenaga buruh. Selain itu, untuk menyerang kaum bangsawan,
cara terbaik adalah membagi-bagikan tanah mereka – yang merupakan sumber
kekuatan ekonomi kaum bangsawan – kepada kaum tani yang lama telah menjadi
hamba mereka. Ini juga memberikan dukungan besar dari kaum tani kepada revolusi
borjuis demokratik. Dengan reforma agraria ini, kaum kapitalis mendapatkan
banyak keuntungan: dukungan politik dari kaum tani, melemahkan musuh mereka,
dan tenaga kerja buruh.
Dari sini, maka kita bisa meringkas
bahwa sejumlah tugas penting kaum borjuasi nasional di dalam revolusi borjuis
demokratik, dalam usaha mereka untuk membentuk kapitalisme, adalah:
1) Pembentukan republik demokratis,
menggantikan monarki
2) Pembentukan negara bangsa
3) Reforma agraria
No comments: